Mahkamah Agung Diskon 30 Persen Hukuman Penjara Eks Legislator PKB

Mantan anggota DPR Musa Zainuddin.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Edwin Firdaus

VIVA – Mahkamah Agung kembali memotong hukuman terpidana kasus korupsi melalui putusan Peninjauan Kembali (PK). Mahkamah mengurangi hukuman mantan anggota DPR dari Fraksi PKB, Musa Zainuddin, yang merupakan terpidana perkara suap proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. 

Tak Ada Efek Jera Bagi Koruptor Kalau Dimaafkan, Yusril Singgung 'Otak Belanda'

Dalam amar putusannya, MA menjatuhkan hukuman 6 tahun pidana penjara atau berkurang 3 tahun dari putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang menghukum Musa dengan 9 tahun pidana penjara. Putusan itu ditetapkan majelis peninjauan kembali MA yang terdiri dari Andi Samsan Nganro selaku ketua serta Leopold Luhut Hutagalung dan Gazalba Saleh selaku hakim anggota pada 30 Juli 2020. 

Andi Samsan, yang merangkap selaku juru bicara MA, menjelaskan pertimbangan majelis hakim mengabulkan PK yang diajukan Musa Zainuddin.

Prabowo Mau Maafkan Koruptor jika Kembalikan Uang Negara, Yusril Beri Penjelasan Hukumnya

Baca: MA Keluarkan Peraturan Koruptor Bisa Dipidana Seumur Hidup

Menurut Andi, Majelis menilai judex facti atau Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta telah keliru memahami dan memosisikan peran Musa Zainuddin dalam perkara suap itu. 

Respon Ketua KPK Soal Prabowo Bakal Maafkan Koruptor Jika Kembalikan Uang Korupsi

Setelah mempelajari permohonan Musa dan mempelajari pendapat atau tanggapan jaksa dan dihubungkan dengan putusan yang dimohonkan PK, MA dalam tingkat peninjauan kembali berpendapat Musa bukan pengusul program aspirasi/optimalisasi ke dalam Rencana Kerja Kementerian PUPR.

“Terpidana sejatinya bukan pelaku aktif, melainkan hanya menggantikan dan melanjutkan kesepakatan mengenai proyek dana aspirasi milik M. Toha sebagai Kapoksi (Ketua Kelompok Fraksi) PKB di Komisi V DPR sebesar Rp200 Miliar di BPJN IX Maluku dan Maluku Utara. Begitu pula penentuan fee sebesar 8 persen bukan permintaan Terpidana melainkan sudah merupakan standar yang ditentukan oleh saksi Abdul Hoir," kata Andi Samsan saat dikonfirmasi, Kamis, 17 September 2020.

Dengan begitu, meski terbukti bersalah secara bersama-sama menerima suap sebesar Rp7 miliar dari Abdul Khoir selaku Dirut PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir dan Komisaris Utama PT Cahayamas Perkasa So Kok Seng alias Tan Frenky Tanaya alias Aseng sebagaimana dakwaan Alternatif-Kesatu, MA berpendapat hukuman 9 tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Jakarta menimbulkan disparitas pemidanaan, terutama jika dibandingkan dengan hukuman yang dijatuhkan kepada Abdul Khoir selama dua tahun 6 bulan.

"Padahal justru yang lebih berperan aktif dan signifikan terjadinya tindak pidana korupsi (suap) ini adalah saksi atau terdakwa Abdul Hoir, Amran Hi Mustary, dan Jailani," ujarnya.

Pertimbangan itu menjadi alasan atau keadaan yang meringankan Musa. Untuk itu, majelis PK MA mengurangi hukuman Musa dari semula 9 tahun menjadi 6 tahun pidana.

"Oleh karena itu pidana yang dijatuhkan kepada Terpidana perlu diperbaiki dan pidana yang ditetapkan dinilai sudah tepat, adil dan proporsional. Berdasarkan pertimbangan tersebut, MA mengabulkan permohonan PK Pemohon/Terpidana dan membatalkan putusan judex facti kemudian mengadili kembali," ujarnya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya