Survei: Khawatir Jadi Klaster Baru, Publik Minta Pilkada 2020 Ditunda

Relawan pendukung menemani Gibran Rakabuming Raka daftar ke DPD PDIP Jateng untuk maju ke Pilkada Kota Solo 2020
Sumber :
  • ANTARA FOTO/R. Rekotomo

VIVA – Gelaran pilkada serentak 2020 terus bergulir meskipun tengah terjadi pandemi COVID-19. Di beberapa daerah, pada tahapan awal saja seperti pendaftaran bakal calon, sudah menimbulkan kerumunan massa pendukung, apalagi nanti memasuki masa kampanye.

Unggul di Survei Litbang Kompas, Rano Karno Gaspol Blusukan di Sisa Waktu Kampanye

Terkait gelaran pilkada serentak di tengah pandemi COVID-19, Polmatrix Indonesia merilis temuan surveinya. Hasilnya, publik lebih memilih opsi pilkada serentak 2020 di seluruh daerah untuk ditunda.

Baca juga: Waspada Klaster COVID-19 di Pilkada, Kampanye Jaga Jarak Digencarkan

Hasil Survei: 71,5 Persen Warga Dukung Naturalisasi Timnas Indonesia

"Sebanyak 72,4 persen memilih pilkada ditunda seluruhnya, karena khawatir kerumunan massa dalam pilkada akan menciptakan klaster baru COVID-19," ujar Direktur Eksekutif Polmatrix Indonesia Dendik Rulianto dalam press release di Jakarta pada Rabu, 16 September 2020.

Sementara itu, sebanyak 12,1 persen lebih memilih pilkada ditunda di daerah-daerah yang berstatus zona merah atau berisiko tinggi. Sedangkan yang menginginkan pilkada tetap dilanjutkan sesuai jadwal sebanyak 10,6 persen, dan sisanya 4,9 persen menyatakan tidak tahu/tidak jawab. Pilkada sendiri sudah ditunda dari jadwal sebelumnya pada 9 September.

Bersaing Ketat, RK-Suswono Bisa Menangi Pilgub Jakarta Jika Mampu Yakinkan Undecided Voters

Baca juga Pengusaha Pribumi: Kita Disetop, Pilkada Kok Enggak?

Diketahui, pilkada 2020 digelar di 270 daerah, mencakup 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Sekitar 738 pasangan calon kepala daerah yang bakal berlaga pada 9 Desember 2020 mendatang. 

Sementara itu, saat ini saja sedikitnya 63 orang bakal calon kepala daerah diketahui positif COVID-19. Demikian pula dengan penyelenggara pemilu, dari komisioner KPU dan KPUD, Bawaslu, hingga petugas di tingkat bawah, juga terjangkit COVID-19.

Opsi protokol kesehatan dalam pilkada dinilai diragukan efektivitasnya, terbukti dari banyaknya pelanggaran yang ada di lapangan seperti tidak adanya jaga jarak dan tidak menggunakan masker.

"Tanpa ada pilkada saja penyebaran virus masih terus berlangsung, diperparah jika pilkada tetap diselenggarakan. Kemungkinan besar terjadi klaster baru, klaster pilkada," kata Dendik. 

Menurutnya, dengan pola kampanye yang masih mengandalkan pengumpulan massa, virus akan lebih cepat menular. Jika terjadi terjadi penularan secara masif, kemungkinan besar di banyak daerah akan kembali menetapkan kebijakan PSBB.

"Dampaknya daerah-daerah tersebut bisa menerapkan kembali PSBB yang berujung pada hancurnya perekonomian dan penghidupan masyarakat," kata Dendik.

Survei Polmatrix Indonesia dilakukan pada 1-10 September 2020, dengan jumlah responden 2.000 orang mewakili seluruh provinsi di Indonesia. Metode survei dilakukan dengan menghubungi melalui sambungan telepon terhadap responden survei sejak 2019 yang dipilih secara acak. Margin of error survei sebesar ±2,2 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. (ren)

Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut, Bobby Nasution-Surya dan Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala.(instagram KPU Sumut)

Survei Litbang Kompas Pilgub Sumut: Bobby-Surya 44,9%, Edy-Hasan 28%

Elektabilitas pasangan nomor urut 1, Bobby Nasution-Surya unggul dari lawannya yaitu pasangan calon nomor urut 2, Edy Rahmayadi-Hasan Basri di Pilgub Sumut.

img_title
VIVA.co.id
6 November 2024