Jam Malam di Depok, Pengusaha Mulai Menjerit
VIVA – Pembatasan aktivitas atau jam malam, terutama sektor perekonomian, mulai dikeluhkan sejumlah pelaku usaha di Kota Depok, Jawa Barat. Sebab, tak sedikit yang mengalami kerugian hingga akhirnya terpaksa gulung tikar alias bangkrut.
Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Kota Depok, Sutikno menilai, para pelaku usaha siap menaati aturan terkait protokol kesehatan. Namun dengan adanya aturan baru terkait jam malam, hal ini justru kembali melemahkan ekonomi yang perlahan ingin bangkit.
“Pastinya pengaruh, terutama ekonomi ya karena kita cuma dikasih waktu sampai pukul 18.00 WIB, itu tanggung sekali. Terlalu cepat ya,” katanya, Rabu, 9 September 2020.
Baca juga: Kota Bekasi Ogah Ikuti Jejak Depok dan Bogor soal Jam Malam
Sebagai pengurus APPBI sekaligus pengelola salah satu mal di Kota Depok, Sutikno mengakui telah banyak aduan dari para pelaku usaha terkait kebijakan tersebut. COVID-19 yang tinggi di Depok dapat mereka pahami. Tapi pihaknya juga minta pemerintah daerah untuk memahami kondisi mereka.
“Kita ngerti, kita pasti dukung pemerintah dengan kebijakan-kebijakannya. Tapi bisalah sedikit kasih kami pengertian. Ini masalah ekonomi,” ujarnya.
Sutikno berharap, Pemerintah Kota Depok bisa mengadopsi langkah yang dilakukan DKI Jakarta terkait aturan jam malam. “Kita sebenarnya minta diubahlah jam operasionalnya. Misalnya diubah dari jam 12.00 sampai 20.00 WIB. Waktu ekonomi tumbuh kan habis magrib,” katanya. (lis)
Sutikno mengaku sudah mencoba menyampaikan hal itu pada dinas terkait. Namun sayangnya belum ada perkembangan. Ia khawatir, jika kebijakan tersebut tetap dipertahankan, maka angka pengangguran di Kota Depok bakal melonjak drastis. Saat ini saja, menurutnya sudah cukup banyak tenant di mal yang gulung tikar lantaran tak mampu menutupi biaya opersional.
“Kalau kita lihat sudah banyak. Mereka itu sudah nyerah, sudah putus asa dengan kondisi begini. Sebab biasanya habis magrib adalah ladangnya orang belanja. Contoh orang pulang kerja mau makan dulu sebentar, atau belanja pakaian, minumlah, itu biasanya habis pulang kerja. Nah kalau begini aturannya kan repot,” jelasnya.
Disisi lain, Sutikno meyakini para pelaku usaha siap mendukung program pemerintah terkait pencegahan penularan COVID-19. Tapi tidak juga membatasi aktivitas ekonomi, yang berdampak pada makin terpuruknya situasi perekonomian.
“Saya dengar kan tingkat penularan pandemi COVID ini kan meningkat banget di Depok. Kita pasti dukunglah upaya pemerintah, tapi seharusnya kita harus berpikir juga masalah ekonomi karena kan protokol kesehatan kita sudah ketat sekali,” ujarnya.
Selain telah mendengar berbagai keluhan, Sutikno juga mengaku pihaknya sudah mendapat bocoran jika para pedagang bakal menggelar aksi demo besar-besaran ke pemerintah Kota Depok. Karena tidak sedikit, mereka yang baru memulai kerjanya pasca pandemi Maret lalu, tiba-tiba harus kehilangan pekerjaan akibat kebijakan jam malam ini.
“Itu kan hak mereka. Saya sudah dengar tapi saya enggak bisa tahan karena itu masalah perut. Bisa bayangin ribuan orang pekerja yang baru menikmati sekitar 2 bulan kerja eh sekarang dicut lagi,” tuturnya
Untuk diketahui, melalui Peraturan Wali Kota (Perwal), disebutkan bahwa layanan langsung di toko, mal, supermarket, dan minimarket dibatasi hingga pukul 18.00 WIB. Kemudian, aktivitas warga dibatasi sampai dengan pukul 20.00 WIB. Tim Gugus Tugas meyakini, cara ini efektif untuk menekan penularan COVID-19.
Pada Perwal juga disebutkan pelanggaran terhadap pembatasan jam aktivitas dunia usaha dan aktivitas warga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka dikenakan sanksi berupa denda administratif paling banyak sebesar Rp10 juta. Itu tertuang pada pasal 16 ayat (2), pada peraturan yang diundangkan sejak 4 September 2020.