Ini Catatan dari YLKI Soal Obat COVID-19

vaksin corona
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Calon obat COVID-19 hasil kerja sama Universitas Airlangga (Unair) dengan Badan Intelijen Negara (BIN) dan TNI Angkatan Darat diragukan kredibilitasnya. Hal itu disampaikan oleh Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi.

Tolak PPN Naik Jadi 12 Persen, YLKI Beberkan Ketidakadilan dalam Pemungutan Pajak

Baca Juga: 13 Pegawai Kementerian PPN/Bappenas Dikabarkan Positif COVID-19

Menurut Tulus, tujuan TNI-AD dan BIN menciptakan obat COVID-19 dipertanyakan. Sebab, obat tersebut dinilai tidak memenuhi syarat sebagai riset yang kredibel dan tidak dapat diproduksi massal.

Cabut Pembekuan BEM FISIP Unair, Dekan: Mereka Sepakat Tak Lagi Kritik dengan Diksi Kasar

“Ya, itu salah satu hal yang aneh. Pada masa pandemi ini yang harus menjadi panglima adalah sektor kesehatan, apakah itu Kementerian Kesehatan  atau BPOM. TNI dan BIN, urusannya apa?” kata Tulus dalam keterangannya, dikutip Rabu, 2 September 2020.

Ia menuturkan, saat ini yang terpenting obat tersebut memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan WHO. Protokol itu yang harus diikuti sehingga harus ada proses uji klinis sampai tahap yang sempurna. 

Kronologi BEM Fisip Unair Dibekukan Usai Pasang Karangan Bunga Prabowo-Gibran

"Artinya, harus ada proses uji klinis sampai tahap yang sempurna, tahap ketiga dan seterusnya. Sepanjang itu tidak bisa memenuhi syarat, siapa pun tidak bisa mengklaim kebenaran itu,” kata Tulus.

Selain itu, lanjut Tulus, di saat pandemi sekali pun tidak ada penurunan gradasi standar kesehatan WHO terhadap upaya penemuan vaksin dan obat. Sebab, obat pada dasarnya digunakan dalam keadaan darurat.

Untuk itu, Tulus meminta masyarakat berhati-hati terhadap segala bentuk obat COVID-19 yang beredar. Sebab, secara internasional belum ada yang bisa menemukan obat yang bisa menyembuhkan. “Seluruh vaksin di dunia saat ini sedang dalam proses uji klinis,” katanya. 

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio meminta semua pihak menghormati posisi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai institusi pemerintah yang bertugas untuk mengawasi peredaran obat-obatan dan makanan di Indonesia.

“Di Indonesia yang memberikan izin edar adalah BPOM. Pembuatan vaksin maupun obat COVID-19, proses pengembangannya memakan waktu lama karena harus dites kepada orang sehat, orang sakit, sakit gula kah, jantung kah, dan seterusnya. Harus dilakukan secara detail,” kata Agus.  
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya