Butet Kertaradjasa Kritik Menteri Jokowi: Berpikirlah Agak Kreatif

Budayawan Butet Kertaradjasa
Sumber :
  • VIVA/Cahyo Edi

VIVA – Budayawan Butet Kertaradjasa mengkritik pola penyaluran bantuan sosial bagi seniman terdampak pandemi COVID-19 oleh pemerintah. Dia menganggap pemerintah memaknai profesi seniman terlalu sempit sehingga apresiasi terhadap pekerja seni pun rendah.

Rocky Gerung: Statistik Andika Perkasa Merangkak Menanjak di Jateng, Jokowi Mulai Cemas

Butet mengaku menyampaikan langsung kritik itu kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud Md di Istana Negara, Jakarta, Sabtu malam, 29 Agustus 2020.

"Saya mau wadul (mengadu) sama Menkopolhukam. Karena derajatnya lebin tinggi dari menteri, toh. Jadi, terus terang kemarin saya rada kecewa. Saya agak sedih ketika seorang menteri memaknai seniman hanyalah orang-orang populer yang wajahnya sering muncul di televisi," ujarnya di Yogyakarta, Minggu malam.

Soal Dukungan Jokowi ke Luthfi-Taj Yasin di Pilkada Jateng, Begini Analisa Pengamat

Baca: Setelah Dipanggil Polisi, Seniman Surabaya Akhirnya Akui Corona Ada

Usai bertemu Presiden di Istana Negara, Butet pun sempat berdiskusi dengan menteri itu. Butet sempat menanyakan perihal konsep bantuan bagi para seniman. Kemudian menteri itu, katanya, mengaku telah mendata 40 ribu seniman. Nama-nama itu sudah masuk ke dalam daftar dan akan mendapatkan bantuan yang disalurkan lewat Kementerian Sosial.

Jokowi Pilih Hadiri Kampanye Akbar di Jateng, Begini Respons Ridwan Kamil

Bagi Butet, bentuk bantuan seperti itu bagi seniman tidak tepat karena pemerintah seolah tak menghargai profesi mereka. Padahal para seniman juga membutuhkan eksistensi, misal bentuk penghargaan terhadap karya-karya seni mereka.

Mestinya, lanjut Butet, anggaran pemerintah untuk bantuan bagi para seniman dikemas dalam bentuk, misalnya, pameran daring sehingga publik atau pemerintah dapat membeli karya-karya itu.

Putra mendiang seniman legendaris Bagong Kussudiardjo itu mencontohkan karya-karya lukis dari seniman bisa dibeli oleh negara melalui anggaran dari bantuan sosial. Nanti lukisan itu bisa dipasang di gedung-gedung pemerintah atau di gedung-gedung ibu kota baru.

"Karya itu dibeli, dibeli oleh negara melalui duit bantuan sosial itu. Jumlahnya mungkin tidak mengganggu anggaran. Tetapi bagi seniman itu kan semacam kehadiran negara: pengakuan negara kepada karya seni mereka," kata Butet.

“[penghargaan kepada] penyair-penyair itu juga bisa. Mereka didorong untuk bikin puisi-puisi. Dibayar oleh negara. Nilainya sama dengan bantuan sosial yang akan anda berikan. Itu bagi seniman lebih punya makna daripada Anda membagi-bagi seakan-akan ini para penganggur yang perlu ditolong," tambahnya.

Kakak mendiang musisi Djaduk Ferianto itu mengaku masih kecewa ketika si menteri merespons usulannya dengan jawaban standar dan beralasan terkendala birokrasi dan semacamnya. "Ya, terserah. Aku bilang gitu. Yang penting saya sudah menyatakan. Saya memberi masukan kepada Anda yang mumpung punya jabatan, punya kekuasaan. Berpikirlah yang agak kreatif," ujarnya.

"Saya agak marah waktu itu habis dari Istana itu. Makanya saya mengadu ke Pak Mahfud. Kan beliaunya ini Menko. Luwih dhuwur derajat e (lebih tinggi derajatnya daripada menteri)," kata Butet. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya