Epidemolog: Laju Kematian akibat COVID-19 di Sumbar Sangat Cepat

Ilustrasi pemakaman jenazah positif COVID-19
Sumber :
  • VLIX.id/Purna Karyanto

VIVA – Epidemiolog Defriman Djafri menilai pemerintah Sumatera Barat gagal menjadikan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai cara menekan tingkat penularan akibat COVID-19 di provinsi itu. Sebab, tingkat kejangkitan virus corona di sana melonjak dalam beberapa pekan terakhir.

Respons LBH Padang Soal Kasus Afif Maulana Mau Disetop Polda Sumbar

Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas Padang itu menganggap juga pemerintah gagal menjadikan PSBB sebagai salah satu cara mendidik untuk mempersiapkan masyarakat menuju tatanan kehidupan normal yang baru. Padahal, katanya, PSBB efektif menekan potensi penularan meski menimbulkan dampak lain.

Indikator kesiapan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan, katanya, luput dalam penilaian secara komprehensif dalam mengambil keputusan. Soalnya Infection Fatality Rate (IFR) 4.3 persen pada masa PSBB, sedangkan setelah PSBB 2.1 persen.

China Diserang Virus Baru HMPV yang Menyebar Cepat, Bakal Sama Seperti COVID-19?

“Ini yang mengkhawatirkan dan harus menjadi perhatian. Laju angka kematian dua pekan terakhir ada 19 kasus kematian dilaporkan. Laju IFR sangat cepat dibandingkan masa sebelum PSBB--peningkatan sangat signifikan ke depan,” kata Defriman, Jumat, 28 Agustus 2020.

Baca: Angka Kasus COVID-19 di Sumbar Melonjak Tajam, Catat Rekor Baru

5 Tahun Usai Pandemi COVID-19, Heboh Penyakit Baru Menyebar di China! Ini Faktanya

Dia menyarankan untuk pemerintah Sumatera Barat dan otoritas terkait enam poin penting, di antaranya sense of emergency perlu dibangun lagi agar menjadi perhatian masyarakat. Edukasi dan gerakan inovatif harus terus digalakkan melaui solidaritas bersama.

Kemudian, analisis generasi penularan perlu dipertajam. Sebab peningkatan kasus tidak terlepas dari kemungkinan terjadi transmisi lokal. "Ini akan terlihat apakah secara keseluruhan imported cases atau sebaliknya. Berapa persen kasus berkaitan dengan imported cases. Ini harus bisa digambarkan untuk memastikan transmisi lokal benar-benar dapat dikendalikan," katanya.

Sesuai pengalaman sebelumnya, katanya, informasi detail dari pasien dan tenaga surveilance sangat berbeda. Itu akan mengoreksi gambaran jalur transmisi. "Gambaran kesiapan sistem kesehatan di rumah sakit dan puskesmas harus benar-benar dievaluasi secara berkala dengan kondisi saat ini. Memungkinkan banyak rumah sakit terjadi 'shock' dan 'collapse' ke depan," katanya.

Ketika peraturan daerah belum bisa dijalankan, menurut Defriman, PSBB dan lockdown kemungkinan bisa terjadi. Meskipun keniscayaan sekarang membatasi pergerakan orang, skenario terburuk bisa saja terjadi.

"Komunikasi risiko perlu ditata ulang. Ahli di masing-masing bidang dapat memberikan gambaran dan strategi yang utuh. Meskipun ada berbeda pandangan, jadikan ini sebagai bahan evaluasi, karena dunia pun masih meraba-raba apa itu COVID-19 sesungguhnya,” ujarnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya