Ramai-ramai Tolak Perpres Pelibatan TNI dalam Kasus Terorisme

Ilustrasi Prajurit TNI.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rahmad

VIVA - Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum Padang, Indira Suryani, menilai Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pelibatan TNI dalam menangani terorisme jika dipaksakan berlaku akan berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM berat. Menurutnya, TNI tidak cocok untuk diberikan kewenangan pemulihan.

Terlalu Banyak Kontroversi, Popularitas Netanyahu Menurun di Israel

"Kewenangan itu lebih baik diberikan kepada lembaga lain yang lebih tepat," kata Indira dalam Webinar: Rancangan Perpres Pelibatan TNI dalam mengatasi Terorisme yang diadakan FISIP Universitas Andalas Padang, Rabu, 26 Agustus 2020.

Baca juga: Mau Libatkan TNI dalam Kasus Terorisme, Pemerintah Diminta Ingat Orba

Jalankan Misi Perdamaian Dunia, 7 Prajurit Wanita TNI Siap Operasikan Alat Berat hingga Angkat Cangkul di Afrika Tengah

Dia juga menegaskan TNI bukan lembaga projusticia. Oleh sebab itu, tidak boleh diberikan kewenangan penyelidikan.

"LBH Padang tidak setuju Perpres itu disahkan. Apalagi anggaran untuk TNI itu memungkinkan untuk diambil dari luar APBN atau sumber lain. Itu rawan korupsi dan penyalahgunaan wewenang," ujarnya.

Momen Terakhir Tinggalkan Korem Pamungkas, Brigjen TNI Zainul Bahar Sujud di Gerbang Markas

Indira melanjutkan Perpres tersebut akan menggunakan pendekatan militerisme sehingga dia berbahaya dan rawan akan terjadinya kesewenangan sehingga LBH tidak setuju.

Sementara itu, pengajar hukum tata negara Unand Feri Amsari berpendapat perlu ada skala kapan TNI bisa dilibatkan dalam penanganan terorisme. Sebab, pelibatan TNI dalam penanganan terorisme sudah terlalu jauh dalam ruang sipil.

“Pelibatan TNI dalam penanganan terorisme bisa-bisa berbahaya karena mengabaikan tuntutan hak-hak tersangka dan masyarakat sipil karena TNI tidak dilatih untuk memenuhi hak-hak masyarakat,” tuturnya.

Selain itu, lanjut dia, pengaturan pelibatan TNI dalam penanganan terorisme melalui Perpres bisa sangat berbahaya karena memberikan kewenangan yang luas bagi TNI.

Sedangkan, Ketua SETARA Institute Ismail Hasani menilai agenda reformasi khususnya di sektor keamanan akan mengalami kemunduran jika Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pelibatan TNI dalam menangani terorisme sampai disahkan. Karena dia tidak akan menggunakan keputusan politik negara untuk pelibatan militer dalam penanganan terorisme.

Saat ini pemerintah telah merampungkan penyusunan Raperpres tersebut. Drafnya telah diserahkan kepada DPR beberapa waktu lalu untuk dibahas bersama pemerintah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya