Mau Libatkan TNI dalam Kasus Terorisme, Pemerintah Diminta Ingat Orba
- Asia Times
VIVA - Pemerintah dan DPR diminta menghentikan pembahasan Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) pelibatan TNI dalam penanganan terorisme. Alasannya, dalam negara demokrasi, penanganan terorisme berada dalam ranah penegakan hukum bukan militer.
“Kita harus belajar dari masa Orba, bagaimana militer terlibat dalam kekerasan berlebihan sehingga berdampak terhadap permasalahan HAM," kata Sekretaris Jenderal Lembaga Pengembangan Studi Hukum dan Advokasi Hak Asasi Manusia (LPS-HAM) Sulawesi Tengah (Sulteng) Mohammad Affandi dalam seminar daring bertajuk 'Bahaya di Balik Rancangan Perpres Pelibatan TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme,' dikutip pada Sabtu, 22 Agustus 2020.
Baca juga: Anggota TNI Tewas Mengenaskan, Tubuhnya Digantung di Pohon
Oleh karena itu, lanjut Affandi, dalam demokrasi, penanganan terorisme harus tetap dalam koridor penegakan hukum. Dia meminta polisi diberi kepercayaan penuh untuk penanganan terorisme dengan catatan perlu ada evaluasi secara menyeluruh.
Affandi menilai pelibatan TNI tidak akan menyelesaikan masalah karena militer tidak dididik untuk bertindak persuasif. Apalagi dalam sistem hukum nasional, militer masih berada di bawah peradilan militer bukan peradilan umum.
"Mereka (militer) akan datang, tembak orang, lalu pulang. Tidak ada akuntabilitas penegakan hukum," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) Sulteng, Muh. Nur Sangaji, mengatakan salah satu pendekatan untuk mengatasi terorisme bisa dilakukan dengan pendekatan kesejahteraan. Menurutnya, berbagai instansi dari pusat sampai ke daerah sebaiknya terlibat untuk melakukan pendekatan kesejahteraan ini.
"Menjamin rasa aman memang penting tetapi harus dilakukan dengan benar dan harus sesuai dengan perkembangan keadaban saat ini," kata Nur Sangaji dalam kesempatan yang sama.
Dia menegaskan pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme perlu dihitung dan dianalisis dampaknya terhadap kehidupan demokrasi dan HAM.