Deklarator KAMI: Mahasiswa Tidak Bisa, Sekarang Emak yang Turun

Deklarasi KAMI di Lapangan Tugu Proklamasi, Selasa, 18 Agustus 2020.
Sumber :
  • VIVA/M AlI Wafa

VIVA – Salah satu deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Chusnul Mariyah menjelaskan, kembali berdirinya KAMI berangkat dari kegelisahan bahwa kapal saat ini sedang karam. Menurut dia, biasanya mahasiswa yang bergerak tapi sekarang justru orangtuanya yang turun.

Gunakan Hak Pilih, Ayu Ting Ting: dari Kecil Gak Pernah Diajarin Golput

"Biasanya mahasiswa, tapi mahasiswa tidak bisa turun makanya emak-emaknya yang turun. Jadi emak yang turun," kata Mariyah saat acara Indonesia Lawyer Club (ILC) di tvOne, Selasa malam, 18 Agustus 2020.

Ia mengatakan, koalisi ini berkumpul untuk membuat apa yang bisa dilakukan dalam menyelamatkan bangsa yang hari ini kapalnya sudah hampir karam karena dibolongi oleh oknum di republik ini.

Bivitri Bilang Pilkada Jadi Pertaruhan Kekuasaan Jaga Stabilitas Politik

Baca juga: politik/1294263-deklarasi-kami-ahmad-yani-khawatir-indonesia-tenggelam-sebelum-2024">Deklarasi KAMI, Ahmad Yani Khawatir Indonesia Tenggelam Sebelum 2024

"Siapa pun silakan ikut menyelamatkan bangsa, apakah secara berkelompok dengan KAMI atau sendiri-sendiri. Jadi, tidak harus kemudian masuk struktur karena kami para intelektual, petani, buruh, nelayan, emak-emak dan lainnya," ujarnya.

ICW Catat 33 Provinsi Gelar Pilkada Terindikasi Kuat Punya Paslon Terafiliasi Dinasti Politik

Chusnul Mariyah mantan Komisioner KPU

Memang, Mariyah tidak menafikan atas kemajuan-kemajuan yang telah dicapai. Tapi, masih banyak persoalan di seluruh lini kehidupan berbangsa baik sektor ekonomi, politik, hukum, pendidikan dan sebagainya.

Dari segi politik, kata dia, terlihat karut marut. Meski pemilu dilakukan secara terbuka, tapi penuh tipu-tipu muslihat, transaksional, oligarki politik. "Ini persoalan yang kita hadapi," ujar mantan Komisioner KPU RI ini.

Dari segi hukum, Mariyah juga melihat terjadi karut marut dalam pelaksanaan penegakan hukum ada diskriminatif. Misalnya, kalau bersuara tidak sama dengan rezim maka akan diincar, diintimidasi. "Bagaimana ketidakadilan terjadi," ujarnya.

Belum lagi, lanjut dia, segi pendidikan yang mengalami masalah besar terutama dalam menghadapi pandemi wabah COVID-19. "Dari segi ekonomi bagaimana devide et impera," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya