KAMI Desak Sidang MPR Turunkan Jokowi, Kapitra: Makar Berbungkus Moral

Kapitra Ampera
Sumber :
  • VIVA/ Bayu Januar.

VIVA – Munculnya gerakan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) tengah menjadi sorotan lantaran gerakan itu dituding memiliki agenda politik untuk menggulingkan Presiden Joko Widodo. Gerakan yang mengaku terbentuk atas keprihatinan dengan kondisi bangsa ini dianggap sejumlah pihak memiliki tujuan lain.

Yoon Suk Yeol Bantah Lakukan Pemberontakan, Sebut Darurat Militer untuk Lindungi Negara

Politisi PDI Perjuangan, Kapitra Ampera, menuding tuntutan Sidang Istiwewa yang dilontarkan KAMI adalah merupakan perbuatan makar.

"Jadi harus jelas, KAMI ini gerakan moral atau gerakan politik, atau gerakan politik yang berbungkus gerakan moral, atau gerakan apa nih?," kata Kapitra Ampera kepada VIVA, Selasa 18 Agustus 2020

Viral Ucapan Gus Samsudin: Konten Tukar Pasangan Itu Dakwah, Saya Senang di Penjara

Sebelumnya salah satu anggota KAMI, Novel Bamukmin, meminta MPR untuk segera menggelar sidang istimewa melengserkan Presiden Jokowi. Dengan adanya tuntutan itu, mengindikasikan KAMI sebagai gerakan yang ingin menggulingkan pemerintahan saat ini.

"Nah, kalau ada tuntutan seperti kan namanya kegiatan makar yang berbungkus moral. Kalau begitu, ini sudah enggak benar," kata Kapitra.

7 Pria Dieksekusi oleh Arab Saudi Gegara Tuduhan 2 Hal Mengerikan

Baca juga: Deklarasi KAMI Hari Ini, Refly Harun Sebar Undangan Terbuka

Menurut Kapitra, tuntutan sidang istimewa merupakan tindakan yang tidak berdasarkan ilmu ketatanegaraan, karena tidak ada dasar yang jelas untuk diadakannya sidang istimewa menurunkan presiden.

"Amandemen UUD 1945 telah menegaskan sistem presidensil di Indonesia, sehingga, presiden di negara dengan sistem presidensil hanya dapat diturunkan karena alasan-alasan yang diatur dalam konstitusi," ujar Kapitra.

Dia menambahkan, alasan-alasan yang diperbolehkan adalah pelanggaran hukum. Seperti penghianatan negara, korupsi, dan tindak pidana berat lainnya.

Menurut Kapitra, jika memang KAMI berlandaskan ilmu pengetahuan, maka KAMI harusnya paham betul tentang hal ini, dan bukan malah membuat pernyataan yang menyeleweng dari ilmu ketatanegaraan. 

"Tidak bisa serta merta MPR dapat memberhentikan presiden, karena ini bukan negara parlementer, yang mana mosi tidak percaya menjadi alasan cukup untuk memberhentikan perdana menteri," ujarnya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya