Pemerintah Diminta Serius Bangun Ekosistem Digital Bidang Penyiaran

Ilustrasi industri penyiaran.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA – Ketua Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Bambang Santoso meminta pemerintah berlaku adil terhadap migrasi di bidang penyiaran dari analog ke digital. Pemerintah jangan cuma memperhatian kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang lagi digenjot ke digital.

Menkomdigi di Jerman: Kerjasama Internasional Perkuat Transformasi Digital

“Migrasi analog ke digital itu keniscayaan, semua harus digital sekarang. Tapi, bagaimana ekosistem itu bisa shifting dengan baik,” kata Santoso dalam webinar yang digelar Riksawan Institue pada Rabu, 12 Agustus 2020.

Saat ini, kata dia, pemerintah sangat gencar berusaha meningkatkan kampanye UMKM dari konvensional menjadi digital. Bahkan, pemerintah sangat memberikan perhatiannya penuh dengan segala upaya dilakukan seperti memberikan modal, jaminan dan pendampingan.

Institut Teknologi Sumatera Gandeng Akseleraksi Digitalisasi UMKM

Baca juga: Asosiasi TV Lokal Setuju Penyiaran Masuk RUU Ciptaker, Ada Tapinya

“Nah, bagaimana shifting ekosistem penyiaran analog ke digital. Harus hal yang sama dilakukan pemerintah. Pemerintah harus mendampingi, memberi payung dukungan bagaimana shifting analog ke digital menjadi baik, dan tidak menghancurkan yang sudah ada,” ujarnya.

Cuan Mengalir Deras berkat Digitalisasi

Sementara Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Syafril Nasution mengatakan, memang sekarang itu mau tidak mau sudah saatnya meninggalkan yang namanya analog di bidang penyiaran. Artinya, berpindah ke digital meski belum tahu kapan waktu yang tepat.

“Ini ada suatu keharusan kita beralih dari ke digital, tinggal menunggu kapan. Tentunya tidak mudah segampang membalikkan telapak tangan, banyak yang harus dipertimbangkan,” jelas Syafril.

Menurut dia, ada beberapa poin yang perlu diperhatikan untuk bermigrasi dari analog ke digital dalam bidang penyiaran yakni regulasi, infrastruktur dan masyarakat. Tanpa tiga unsur tersebut, maka tidak bisa berpindah dari analog ke digital.

“Karena prosesnya yang perlu dilihat. Misal dari infrastruktur, kita tidak hanya bicara 12 provinsi yang sudah ditenderkan pada 2012 lalu. Tapi ini harus dilihat, bagaimana kalau kita bicara di 22 provinsi lain,” katanya.

Selain itu, Syafril mengatakan, belum lagi berbicara masyarakatnya bagaimana. Karena, tidak semua masyarakat Indonesia itu tinggal di perkotaan. Mungkin saja, masyarakat yang tinggal di perkotaan beralih ke digital itu tidak masalah.

“Tapi bagaimana masyarakat kita di pedesaan atau pedalaman. Apakah mereka siap dengan perangkatnya, dan bersedia mengeluarkan kocek atau uang untuk membeli perangkat di saat kondisi ekonomi seperti ini,” katanya.

Kemudian, Syafril mengatakan regulasi menjadi hal penting untuk bermigrasi dari analog ke digital. Karena menurut dia, sampai saat ini regulasi belum jelas adanya. Makanya, Undang-undang Penyiaran tahun 2002 selalu mandek pembahasannya.

“Nah ini masuk ke RUU Omnibus Law Cipta Kerja, mudah-mudahan bisa selesai. Jadi, tiga unsur ini yang perlu diselesaikan. Saya tidak tahu apakah dalam tempo secepatnya,” tegasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya