First Travel Salahkan Negara karena Gagal Tunaikan Tuntutan Jemaah

Tim pengacara First Travel mengajukan permohonan Peninjauan Kembali kepada kepada Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, pada Selasa, 11 Agustus 2020.
Sumber :
  • VIVA/Zahrul Darmawan

VIVA – Tim kuasa hukum bos First Travel menilai ada salah tafsir pada kasus yang menjerat kliennya selama ini. Mereka akhirnya mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Selasa, 11 Agustus 2020.

Rahasia Sukses Memulai Bisnis Travel Haji dan Umrah untuk Pemula

Salah satu anggota tim pengacara, Pahrur Dalimunthe, menganggap perkara yang menjerat bos First Travel, Andika Surachman, bersama istri dan adiknya, adalah kasus perdata, dan tidak semestinya masuk ke ranah pidana.

“Kita ingin kepastian hukum. Hukumnya bilang tidak ada seorang pun di negeri ini yang bisa dipidana karena urusan perdata,” kata Pahrur saat ditemui di Pengadilan Negeri Depok.

AQUA & DMI Beri Kesempatan Ibadah Umrah bagi 20 Khadimatul Masjid dari 6 Provinsi di Indonesia

Baca: Korban First Travel Bisa Berangkat Umrah Gratis, Begini Caranya

Salah satu yang jadi dasar PK adalah soal putusan aset yang disita negara. Pahrur menyebut, hukum harusnya bisa memberi manfaat pada para korban. Dia mengklaim, sebelum putusan itu, Andika bersedia memenuhi tuntutan para jemaah atau korban untuk mengembalikan dana mereka atau diberangkatkan umrah ke Tanah Suci. Tetapi dalam perkara pidana itu tidak dipertimbangkan.

Polisi Bakal Panggil Isa Zega Usai Dilaporkan karena Kasus Dugaan Penistaan Agama

Ada harta yang disebutkan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikembalikan kepada yang berhak. Dia berpendapat, negara tidak berhak dalam hal itu.

Pahrur membandingkan kasus First Travel dengan sejumlah perkara serupa, seperti Abu Tour di Makassar, yang dana jemaah dikembalikan kepada mereka, berapa pun jumlahnya. Baginya itu putusan yang benar karena perintah hukum memang begitu.

Dia juga menyinggung soal aset-aset Andika yang disita, padahal tidak terkait dengan kasus itu. "Termasuk rumah, mobil, yang ternyata diperoleh jauh sebelum tindak pidana dilakukan. Tindak pidana kan berproses pada 2015-2017. Hartanya kami cek faktanya didapat pada 2009-2014,” ujarnya.

Jika mengacu pada KUHP, aset-aset itu tidak boleh disita karena bukan aset yang didapat dari hasil tindak pidana. Kekeliruan lainnya, kata Pahrur, ada aset yang disita dan dikembalikan kepada bukan orang yang berhak.

Berdasarkan penelusuran Pahrur dan tim, rumah mewah adalah murni atas nama Andika, dan seharusnya aset itu dikembalikan kepada Andika sehingga dia dapat memenuhi tuntutan para jemaah, termasuk "berusaha dengan harta-harta itu untuk memberangkatkan jemaah. Kalau tidak bisa, ya, bertahap."

Menipu

Pengadilan Negeri Depok memvonis tiga bos First Travel, yakni Andika Surrachman, Aniessa Hasibuan dan Kiki Hasibuan, bersalah dalam kasus penipuan jemaah umrah.

Mereka diputus bersalah karena telah menipu dan menggelapkan uang 63.310 calon jemaah umrah dengan total kerugian mencapai Rp905 miliar. Andika dihukum penjara 20 tahun, sedangkan sang istri, Aniessa Hasibuan, 18 tahun, dan adiknya, Kiki Hasibuan, 15 tahun.

Pengadilan juga menyatakan bahwa aset First Travel dirampas oleh negara. Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 3096K/PID.SUS/2018, tertanggal 31 Januari 2019, memutuskan hal yang sama. Puncaknya, pada akhir tahun 2019, Kejaksaan Depok berencana mengeksekusi harta yang dirampas negara itu. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya