Nadiem Makarim Tegaskan Belajar di Sekolah Tak Bisa Dipaksakan
- VIVAnews/Zahrul Darmawan
VIVA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menegaskan, sekolah-sekolah di daerah yang berstatus zona hijau dan kuning penyebaran COVID-19 tidak dapat serta merta menerapkan kebijakan belajar secara tatap muka di sekolah.
"Satuan pendidikan tidak dapat melakukan pembelajaran tatap muka tanpa adanya persetujuan dari pemerintah daerah/dinas pendidikan dan kebudayaan, kepala sekolah, dan adanya persetujuan orang tua/wali siswa yang tergabung dalam komite sekolah," kata Nadiem dalam keterangan tertulis, Sabtu, 8 Agustus 2020.
Nadiem mengatakan itu kepada Tim Komunikasi Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.
Baca: Nadiem Sebut Kelamaan Belajar di Rumah Berisiko 'Lost Generation'
Salah satu hal yang utama dari segala persyaratan itu, katanya, ada persetujuan dari orangtua atau wali peserta didik. "Jika orangtua atau wali siswa tidak setuju, maka peserta didik tetap belajar dari rumah dan tidak dapat dipaksa," ujarnya.
Pembelajaran tatap muka akan dilakukan secara bertahap dengan syarat 30-50 persen dari standar peserta didik per kelas.
Rinciannya, untuk jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK, dengan standar awal 28-36 peserta didik per kelas menjadi 18 peserta didik. Sementara untuk Sekolah Luar Biasa (SLB), yang awalnya 5-8 peserta didik menjadi 5 peserta didik per kelas. "Kemudian untuk PAUD, dari standar awal 15 peserta didik per kelas menjadi 5 peserta didik per kelas," ujar Nadiem.
Begitu pula jumlah hari dan jam belajar juga akan dikurangi dengan sistem bergiliran rombongan belajar (shift) yang ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan, sesuai dengan situasi dan kebutuhan.
Namun, jika satuan pendidikan terindikasi dalam kondisi tidak aman atau tingkat risiko daerah berubah, maka pemerintah daerah wajib menutup kembali satuan pendidikan itu. "Implementasi dan evaluasi pembelajaran tatap muka adalah tanggung jawab pemerintah daerah, yang didukung oleh pemerintah pusat," kata Nadiem.
"Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan provinsi atau kabupaten/kota, bersama dengan Kepala Satuan Pendidikan, wajib berkoordinasi terus dengan satuan tugas percepatan penanganan COVID-19 guna memantau tingkat risiko di daerah," ujarnya.
Menanggapi banyaknya satuan pendidikan di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) yang sangat kesulitan untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh karena minimnya akses, Kemendibud mengakui hal ini dapat berdampak negatif terhadap tumbuh kembang dan psikososial anak secara permanen.
Saat ini, 88 persen dari keseluruhan daerah 3T berada di zona kuning dan hijau. Dengan adanya penyesuaian SKB ini, satuan pendidikan yang siap dan ingin melaksanakan pembelajaran tatap muka memiliki opsi untuk melaksanakannya secara bertahap, dengan protokol kesehatan yang sangat ketat.