Jaga Kebun Sawit dari Hama Tikus, Asian Agri Berdayakan Burung Hantu
VIVA – Serangan hama tikus menjadi perhatian bagi para praktisi perkebunan kelapa sawit baik petani maupun perusahaan. Mahluk pengerat ini memakan pangkal pelepah sawit muda atau memakan brondolan dari tandannya.
Tikus (Rattus Sp.) memiliki siklus hidup 1,5 – 2 tahun, masa kehamilan 3 minggu, melahirkan 3-6 kali dalam setahun dan menghasilkan 7-8 anak per kelahiran. Populasi tikus dapat berkembangbiak dengan cepat karena seekor tikus betina dapat melahirkan 21-48 ekor dalam satu tahun.
Seekor tikus dapat merusak 5-6 pokok per hari, sehingga ini merupakan ancaman serius bagi pekebun sawit bila populasi tikus di kebun sawit tidak dapat dikendalikan.
Asian Agri berkomitmen untuk menerapkan praktik perkebunan kelapa sawit terbaik, salah satunya adalah dengan menerapkan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang berfokus mengurangi penggunaan pestisida dan memanfaatkan predator alami untuk dapat mengontrol hama pada perkebunan kelapa sawit.
Pelestarian burung hantu jenis Tyto alba adalah salah satu praktik PHT secara alami yang dilakukan dengan memanfaatkan predator alami untuk mengendalikan tikus di perkebunan kelapa sawit.
“Tyto alba adalah predator yang sangat potensial karena 99% makanannya adalah tikus dan sisanya adalah hewan kecil lainnya seperti burung kecil atau serangga” jelas Zulkarnaen, Mandor Pengendalian Hama dan Penyakit yang bertugas di Kebun Buatan, Asian Agri Riau.
Pemburu yang Tangguh
Berbeda dengan spesies burung hantu pada umumnya, jenis ini memiliki bentuk wajah menyerupai hati, mata yang sangat tajam, kaki yang kokoh serta kuku yang tajam untuk mencengkeram musuh-musuhnya, serta paruh yang kuat dan lebar sehingga dapat menjadi pemangsa tikus yang efektif.
Gerakannya yang cepat membuatnya dikenal efektif dalam menjaga perkebunan sawit. Dalam sehari biasanya seekor Tyto alba dapat memangsa 3-5 ekor tikus.
Mempunyai fisiologis warna yang lebih cerah, bulu dominan putih serta sayap berwarna coklat keemasan, burung hantu dewasa memiliki tinggi kurang lebih 35 cm dengan berat sekitar 500-600 gram.
Cara membedakan Tyto alba betina dan jantan yaitu terletak pada warna bulu di leher mereka. “Tyto alba betina memiliki bulu leher yang lebih coklat, sedangkan yang jantan warna bulu lehernya lebih putih,” tambah Zulkarnaen seorang pelestari burung hantu selama lebih dari 20 tahun ini.
Dok. Asian Agri
Dalam hal reproduksi, induk betina dapat bertelur 2 kali dalam setahun dengan jumlah telur 4-11 butir. “Namun biasanya hanya 3-4 telur yang bertahan hidup hingga menetas menjadi anak Tyto alba,” tutur Zulkarnaen. Setelah menetas, anak Tyto alba yang memiliki suara khas seperti ular ini akan mulai disuapi tikus yang telah dicabik-cabik terlebih dulu oleh induknya.
Setelah seminggu, Tyto alba kecil akan mulai tumbuh bulu dan mulai belajar untuk terbang di usia 2 bulan. Setelah berumur 6 bulan, anak Tyto alba harus keluar dari kandang induknya untuk mencari sarangnya sendiri.
Deteksi Tyto alba di Kebun Sawit
Untuk mengetahui keberadaan populasi burung hantu di Asian Agri, dilakukan observasi/sensus secara berkala setiap 3 bulan (4 kali setahun) pagi hari yaitu dengan mengamati kotoran serta bulu, jumlah burung yang menempati kendang burung hantu, termasuk juga menghitung berapa jumlah telur di setiap kandang burung hantu yang telah disebar di perkebunan,” jelas Zulkarnaen.
Saat ini di Kebun Buatan, Riau, Asian Agri memiliki lebih dari 100 burung hantu Tyto alba yang dibiarkan hidup secara alami. Burung hantu yang dapat memutar lehernya 180 derajat ini dapat hidup kurang lebih 5 tahun jika tidak dimangsa oleh hewan yang lebih besar seperti ular.
Kandang yang Mengundang
Tyto alba tidak dapat membuat sarang seperti jenis burung lainnya, ia akan menggunakan sarang yang sudah ada atau mengambil alih sarang yang telah ditinggalkan burung lain. Karena itu, Asian Agri menempatkan kandang burung hantu Tyto alba di setiap 25 hektar lahan yang bertujuan untuk memancing Tyto alba untuk bersarang dan bertelur.
Dalam pembuatan kandang burung hantu, Asian Agri memperhatikan beberapa aspek seperti dinding kandang burung hantu terbuat dari triplek, untuk lantainya terbuat dari papan dan harus rata untuk mencegah telur terguling ke sudut kandang dan pecah sebelum waktu menetas.
Sedangkan bagian atas dilapisi dengan seng yang bertujuan untuk melindungi penghuni kandang dari hujan. Di dalam kandang, terdapat sekat yang memiliki 3 fungsi.
Pertama untuk menghindari sinar matahari secara langsung, yang kedua berfungsi sebagai pemisah antara Tyto alba dewasa dan anaknya, dan fungsi ketiga yaitu agar anak burung hantu tidak jatuh dari kandang.
Dok. Asian Agri.
Budianto, Manajer Kebun Buatan Asian Agri menjelaskan, “Kami membuat kandang burung hantu dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi yang menyesuaikan dengan fisiologis burung tersebut. Struktur tiang harus kuat dengan tinggi minimal 5,5 meter dan kandang diberi nomor urut untuk mempermudah tim kami ketika melakukan sensus burung hantu.”
Penempatan kandang burung hantu merupakan upaya Asian Agri melindungi populasi sang pemburu hama tikus di perkebunan sawit ini. Kandang bukan untuk menjebak, namun memantau jejak. Di ruang terbatas, telur aman menetas.
“Banyak langkah konservasi yang dapat dilakukan untuk membuat populasi burung hantu tetap terjaga, Dengan memberi ruang aman dan nyaman di tengah kebun sawit, burung hantu Tyto alba tak akan kesulitan menemukan makanan yang cukup dan ini membantu menghindari aksi pemburu liar dan perdagangan burung hantu,” kata Budianto.