Polisi Libatkan Inafis demi Pastikan Tak Salah Tangkap Djoko Tjandra
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA – Kepolisian menyangkal kecurigaan sebagian warganet bahwa buronan kakap yang ditangkap di Malaysia sesungguhnya Djoko Tjandra palsu alias bukan Djoko Tjandra yang asli. Warganet mencurigai itu mengingat Djoko S Tjandra alias Joko S Tjandra telah menjadi buronan selama sebelas tahun.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Irjen Pol Argo Yuwono menjelaskan, polisi tentu saja tidak sembarangan menangkap orang. Tim Badan Reserse Kriminal Polri bahkan harus lebih dahulu meminta tim Inafis (Indonesia Automatic Finger Print Identification System) untuk memeriksa dan memastikan orang yang akan ditangkap memang Djoko Tjandra.
“Jadi, kita minta Inafis untuk mengecek sidik jarinya, fotonya, sampai akhirnya kita yakin: 95 persen benar [Djoko Tjandra],” kata Argo dalam forum diskusi Indonesia Lawyers Club tvOne, Selasa malam, 4 Agustus 2020.
Baca: Polri Klaim Penangkapan Djoko Tjandra Tak Semudah Publik Bayangkan
Argo sekalian mengklarifikasi tudingan sebagian kalangan bahwa polisi mengistimewakan Djoko Tjandra karena saat ditangkap buronan itu tidak diborgol. Dalam momen Djoko Tjandra tampak tidak diborgol dan sedang dikawal beberapa orang, sebagaimana terlihat dalam rekaman video amatir yang beredar di media sosial. Menurut Argo, itu detik-detik ketika tim Polri dan polisi Malaysia bersama Djoko Tjandra berjalan menuju pesawat udara carteran sebelum terbang ke Jakarta.
Dalam momen sebagaimana di video itu, katanya, status hukum Djoko Tjandra masih dalam wilayah kedaulatan Malaysia, dan karenanya, Polri tidak berwenang untuk memborgol sang buronan. Setelah polisi Malaysia menyerahkan secara resmi Djoko Tjandra kepada tim Polri, barulah Polri berwenang sepenuhnya atas si buronan, termasuk memborgolnya.
Setelah diserahterimakan kepada Polri pun, menurut Argo, penyidik tidak serta-merta mencecar Djoko Tjandra. Polisi melakukan sejumlah pendekatan persuasif, misalnya, memberikan minum atau permen, agar sang buronan merasa relaks demi memudahkan penyidik mengorek-orek informasi.
“Semua kita lakukan secara pelan-pelan. Beliau sudah sepuh, tidak mungkin kita geber [pemeriksaan]; kita kasih kesempatan untuk istirahat,” katanya. (ase)