Perdagangan Orang di Indonesia Makin Luas, Sindikatnya akan Ditumpas
- abc
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) untuk pertama kalinya membuat laporan penyelidikan komprehensif karena masalah perdagangan manusia yang semakin meluas di tahun 2020.
SBMI baru menerbitkan laporan berjudul Jeratan Perdagangan Orang Dalam Bisnis Penempatan Buruh Migran, sebagaian bagian dari Hari Anti-perdagangan Orang yang diperingati setiap tanggal 30 Juli setiap tahunnya.
"Biasanya kami buat catatan akhir tahun yang sifatnya umum, tidak hanya berfokus pada perdagangan orang," kata Hariyanto Suwarno, Ketua SBMI Pusat kepada wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya.
"Untuk laporan khusus trafficking tahun ini baru pertama kali karena sebetulnya perdagangan orang sudah semakin meluas," katanya lagi.
Dalam laporan tersebut, SBMI menyelidiki kasus-kasus perdagangan orang di tiga sektor, yaitu pekerja rumah tangga migran, anak buah kapal perikanan dan perempuan korban perdagangan orang dengan modus pengantin pesanan ke China.
Hariyanto Suwarno Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) (Foto: SBMI)
"Kita membuat laporan karena pencegahan, penindakan dan reintegrasi bagi korban perdagangan orang sangat tidak berjalan efektif," ujar Hariyanto.
"Hal ini sudah menjadi keharusan untuk disikapi dengan serius," jelas Hariyanto mengenai alasan SMBI memutuskan untuk membuat laporan investigatif mengenai perdagangan orang di tahun 2020.
Oleh karena itu, menurut SBMI, dalam laporannya ini mereka mengungkap nama-nama perusahaan dan individu yang terlibat dalam bisnis perdagangan orang.
"Kami juga mengungkap mandegnya kasus kasus perdagangan orang yang sudah dilaporkan ke kepolisian dan minimnya akses bagi korban perdagangan orang untuk mendapatkan reintegrasi."
Salah satu warga Indonesia di Malaysia
Dalam laporan setebal 66 halaman, SBMI mengungkapkan penyelidikan mereka dari tahun 2012 sampai bulan Mei 2020.
"Berdasarkan investigasi tren, perdagangan orang cenderung meningkat. Peningkatan aduan tertinggi terjadi pada tahun 2016 yaitu sebanyak 491 kasus dan pada tahun 2019 sebanyak 640 kasus," tulis laporan SBMI.
Total aduan kasus yang didokumentasikan telah mencapai 2.597 kasus.
Kasus kekerasan fisik, tanpa bayaran
SBMI memberikan contoh kasus yang menimpa pekerja migra Indonesia di luar negeri dalam laporannya.
Salah satunya adalah anak buah kapal berinisial "SN" yang sudah dua kali diberangkatkan PT SAI dan tidak pernah mendapat gaji, meski bekerja selama 18 jam sehari tanpa jatah istirahat.
"Dia selalu diberi makanan yang kurang layak seperti makanan yang mengandung babi, serta penempatan kapal yang tidak sesuai dengan yang tertera di PKL" tulis SBMI dalam laporannya.
Kasus lain juga menyangkut anak buah kapal lainnya bernama "AM".
"AM pria asal Jawa Tengah yang bekerja sebagai ABK di negara penempatan Taiwan meninggal akibat kecelakaan karena adanya terjangan ombak besar dan mengalami cedera otak akut yang disebabkan benturan di bagian kepala."
"AM diberangkatkan melalui PT. RNT UI yang ternyata tidak memiliki izin penempatan dari pemerintah. Jenazah dipulangkan ke kampung halaman, tetapi haknya seperti gaji dan asuransi belum terbayarkan."
Terkait pembantu rumah tangga (PRT), SBMI mengungkapkan penipuan pengiriman tenaga kerja ke Timur Tengah.
"MR adalah PRT yang menjadi korban perdagangan orang asal DKI Jakarta. Awalnya ia direkrut untuk diberangkatkan ke negara Turki, tapi ternyata diberangkatkan ke negara Libya."
"Dengan cara diberikan iming-imingi gaji besar, dijanjikan kerja sebagai pelayan restoran, tapi ternyata sampai negara penempatan dipekerjakan sebagai Pekerja Rumah Tangga.
"MR mendapatkan kekerasan fisik, dipekerjakan tanpa dibayar," demikian laporan SBMI.
Salah seorang pekerja migran Indonesia di Taiwan yang melarikan diri dari majikan setelah mendapat perlakuan buruk. (Foto: SBMI)
Kurangnya pemahaman pejabat pemerintah
SBMI mengatakan tantangan yang dihadapi dalam memerangi perdagangan orang di Indonesia adalah kurangnya pemahaman dari pejabat pemerintah, baik pemerintah desa, pemerintah daerah, dan aparat penegak hukum terkait apa itu perdagangan orang.
"Padahal aparat pemerintah mestinya harus lebih aktif dalam pencegahan dan memberikan sosialisasi akan bahaya tindak pidana perdagangan orang," kata SBMI.
Di Indonesia ada lembaga bernama Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan kepalanya saat ini adalah Benny Ramdhani yang baru menduduki jabatan ini bulan April 2020.
Dalam percakapan melalui telepon bersama ABC Indonesia, Benny mengatakan sudah memiliki beberapa kebijakan baru yang akan dijalankannya untuk melindungi para pekerja migran Indonesia.
Menurutnya, permasalahan pekerja migran Indonesia memang kompleks dan sebenarnya peta persoalannya sudah diketahui, tapi masih hanyak yang harus dibenahi.
"Sejak saya serah terima jabatan tanggal 16 April 2020, saya sudah menyatakan deklarasi di depan pejabat di lingkungan BP2MI untuk memerangi sindikat pengiriman PMI secara non prosedural," kata Benny.
Menurut kajiannya selama ini, lemahnya perlindungan terhadap pekerja migran adalah karena kuatnya sindikat yang melibatkan banyak oknum dari berbagai instansi.
Karenanya, BP2MI akan membentuk Satgas Pemberantasan Sindikat Pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) Non-Prosedural.
"Jadi yang akan kita berantas adalah sindikat pengiriman PMI, bukan pekerja migran non-prosedural itu sendiri, yang sebenarnya adalah korban dalam hal ini," katanya.
"Sebenarnya kita sudah paham siapa yang memerankan apa di lapangan. Modus operandinya sudah kita ketahui."
"Hanya saja selama ini kelompok-kelompok ini seolah-olah sulit disentuh." katanya.
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Ramdhani (Foto: Supplied)
Pekerja migran harus dapat penghormatan negara
Benny mengaku jika hal yang ia lakukan saat ini adalah memastikan negara ikut hadir dan bekerja untuk membantu warganya sendiri.
"Sudah menjadi rahasia umum bahwa para pemilik modal [pengusaha] bekerjasama dengan oknum TNI, Polri, Imigrasi, Naker dan juga di dalam tubuh BP2MI sendiri," kata Benny kepada Sastra Wijaya dari ABC Indonesia.
Selain memerangi sindikat pengiriman PMI tersebut, Benny juga merencanakan beberapa kebijakan lain guna membantu para pekerja.
Salah satunya adalah usaha membebaskan biaya penempatan bagi pekerja migran, sesuai dengan amanah pasal 30 undang-undang nomer 18 tahun 2017.
"BP2MI memprioritaskan untuk menyelesaikannya karena ini komitmen kami untuk memberikan pelayanan VVIP [terbaik] bagi PMI," kata Benny.
Menurutnya selama ini para pekerja migran yang sering disebut sebagai "pahlawan penghasil devisa" seringkali dijadikan sebagai sapi perahan oleh berbagai pihak.
"Kami sudah menghitung potensi remintansi dari perbaikan tata kelola dan pemberantasan sindikasi pengiriman PMI, maka potensi devisa negara akan naik dari Rp 156,7 triliun saat ini, menjari 231 triliun".
"Ini angka yg sangat besar karena melampaui capaian sektor migran dan setara dengan 19?paian APBN kita saat ini." katanya.
Ia juga berencana untuk membuat tempat kedatangan VVIP untuk para pekerja migran.
"PMI harus diperlakukan sebagai VVIP, mereka harus mendapat penghormatan dari negara," jelasnya.
Benny mengatakan seringkali yang terdengar dari pengalaman pekerja migran adalah "cerita indah".
"Namun di masa lalu faktanya banyak yang mengalami kekerasan fisik, eksploitasi seksual, gaji tidak dibayar, jam kerja yang melebihi batas."
Tak hanya itu, sekembalinya ke Indonesia, mereka menjadi sumber pemerasan di bandar udara.
"Dua kejahatan di masa lalu adalah PMI ini diperas untuk memilih tranportasi mahal ke tempat tinggal mereka dan juga harus menukar dolar dengan kurs yang rendah" tambah Benny.
Sekarang menurutnya BP2MI akan membuat "ruang khusus" di bandara untuk menerima kedatangan mereka, dilengkapi dengan informasi yang berguna, serta rencananya diluncurkan pada 17 Agustus mendatang.