Kini Jadi Pengacara Djoko Tjandra, Intip Sepak Terjang Otto Hasibuan
VIVA – Otto Hasibuan ditunjuk menjadi Pengacara Djoko Tjandra. Nah, kiprah Otto Hasibuan ini selalu mendampingi perkara yang lagi disorot publik seperti kasus ‘kopi sianida Mirna’ hingga kasus BLBI.
Memang, Otto sudah berprofesi sebagai advokat sekitar 30 tahun lebih. Berbagai pengalaman organisasi pernah digelutinya, yakni Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) selama dua periode yakni periode 2005-2010 dan periode 2010-2015.
Berikut perkara besar yang pernah ditangani oleh Otto dari kopi Mirna, kasus BLBI, kasus e-KTP hingga melaporkan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh. Kini, Otto diminta dampingi Djoko Tjandra yang ditangkap Bareskrim Polri pada Kamis, 30 Juli 2020.
1. Kopi sianida Mirna
Tahun 2016, Otto Hasibuan dipercaya untuk menjadi pengacara terdakwa Jessica Kumala Wongso yang dituduh membunuh secara berencana terhadap Wayan Mirna Salihin alias Mirna.
Saat itu, Otto sempat meragukan kalau Mirna tewas akibat racun sianida yang dilarutkan ke es kopi Vietnam yang diminumnya. Justru, ia menduga jika zat sianida berasal dari buah apel yang dimakan Mirna saat sarapan.
Atas perbuatannya, Jessica dihukum 20 tahun penjara karena dinyatakan terbukti membunuh Mirna melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Baca selengkapnya di sini
2. Kasus e-KTP Setya Novanto
Otto sempat mengundurkan diri menjadi pengacara mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto yang terlibat dalam kasus korupsi proyek pengadaan elektronik KTP pada 2017. Alasannya, Novanto dianggap tidak kooperatif.
“Setelah saya tangani perkara tersebut (e-KTP), dalam perjalanannya, antara kami dengan Setya Novanto, saya melihat belum ada kesepakatan, tak ada kesepakatan yang jelas tentang tata cara penanganan satu perkaranya. Sehingga kalau tidak ada kesepakatan yang pasti dan jelas tentang suatu perkara tata caranya, maka itu bisa menjadi kerugian bagi dia dan saya," kata Otto.
Baca selengkapnya di sini
3. Kasus BLBI
Pengacara Sjamsul Nursalim, Otto yakin kalau pemerintah bakal menunaikan janji untuk tidak memproses hukum secara pidana terkait penyelesaian kewajiban pembayaran kembali Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI yang diterima Bank Dagang Negara Indonesia atau BDNI, saat krisis ekonomi berlangsung.
“Selain masalah kesehatan, SN (Sjamsul Nursalim) yakin pemerintah akan menepati janji yang tertuang dalam MSAA (Master Settlement Acquisition Agreement), dan keterangan R&D (release and discharge) yang ditandatangani sekitar 20 tahun lalu, yaitu pada 25 Mei 1999,” kata Otto.
Tapi, Otto belum mendapat kuasa untuk kasus Sjamsul yang ditangani KPK. Karena, hanya diberi kuasa soal gugatan terhadap prosedur audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) kepada SN pada 2004.
“Kami belum menerima kuasa untuk kasus di KPK, hanya untuk kasus gugatan terhadap prosedur pelaksanaan audit BPK 2017. Namun, sejauh yang saya dengar, SN optimis pemerintah akan menunaikan janjinya untuk tidak mempidanakan proses penyelesaian BLBI,” ujarnya.
Baca selengkapnya di sini
4. Kasus pencemaran nama baik Surya Paloh
Mantan Menteri Koordinator Kemaritiman, Rizal Ramli dilaporkan oleh Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh atas dugaan kasus pencemaran nama baik dan/atau fitnah dan/atau Tindak Pidana Bidang Informasi dan Transaksi Elektronik ke Polda Metro Jaya pada 17 September 2018.
Laporan itu bernomor TBL/4963/IX/2018/ PMJ/Dit Reskrimum dengan sangkaan Pasal 310 KUHP dan/atau 311 KUHP dan/atau Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU RI Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pengacara Rizal Ramli, Otto Hasibuan heran atas panggilan kliennya oleh polisi dalam kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Surya Paloh. Karena, Rizal Ramli dipanggil status kasusnya sudah penyidikan.
"Sedangkan, kita tahu penyelidikan itu untuk rangkaian yang dilakukan penyidik untuk menentukan apakah ada peristiwa pidana atau tidak," kata Otto di Polda Metro Jaya.
Otto mempertanyakan cara polisi di saat perbuatan pidananya belum diketahui, tapi tiba-tiba polisi sudah mencari siapa terduga pelakunya. Dengan kata lain, Otto menyebut polisi tidak sesuai prosedur dalam hal ini.
“Setelah diketahui ada perisitiwa pidana atau tidak, barulah naik ke penyidikan untuk menentukan siapa pelakunya. Ini belum diketahui ada, tidak perbuatan pidana, sudah langsung mencari siapa pelakunya. Ini tidak sesuai prosedur," ujarnya.
Baca selengkapnya di sini
5. Kasus Djoko Tjandra
Mantan Ketua Umum Peradi, Otto Hasibuan mempertanyakan eksekusi penahanan terhadap Djoko Tjandra oleh Kejaksaan di Rutan Salemba cabang Bareskrim Polri pada Jumat, 31 Juli 2020. Menurutnya, penahanan tersebut batal demi hukum.
“Karena saya baca putusan Joko tidak ada perintah Djoko untuk ditahan. Isinya hanya salah satu, hukum dia 2 tahun penjara dan bayar sejumlah uang. Di dalam KUHAP, harus ada kata-kata perintah ditahan. Tapi kata-kata perintah ditahan ini tidak ada,” kata Otto.
Namun, Otto tidak mau berbicara lebih jauh sebelum bertemu langsung dengan Djoko Tjandra, dan melihat utuh berita acara serah terima Bareskrim kepada pihak Kejaksaan pada Jumat malam.
“Kalau eksekusi, pasti ada kata-kata eksekusi itu amar nomor berapa. Jadi akan klarifikasi dulu ke Djoko. Sebab kalau tidak ada kata-kata perintah untuk ditahan, jadi selama ini dia tidak buron. Dia pergi kemana aja bebas, itu dilema hukumnya. Saya tidak mau menuduh mana yang benar. Pendapat saya ini pendapat secara hukum,” ucapnya.
Baca selengkapnya di sini