Menko Mahfud Ingatkan Hukuman Djoko Tjandra Bisa Lebih Lama

Menkopolhukam Mahfud MD di Gedung Negara Grahadi, Surabaya
Sumber :
  • VIVA/Nur Faishal (Surabaya)

VIVA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, berpendapat bahwa terpidana kasus hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra mestinya mendapat hukuman lebih, bukan sekadar 2 tahun penjara. Djoko Tjandra berhasil dibawa kembali ke Tanah Air pada Kamis malam 30 Juli 2020 setelah sekian lama buron.

MA Kabulkan PK Mardani Maming, Hukuman Dikorting Jadi 10 Tahun Penjara

Kini dia mendekam di Rumah Tahanan Salemba cabang Bareskim Polri. Namun, bagi Mahfud, Djoko yang tersangkut dugaan pidana lain perlu diberatkan hukumannya. Hal itu sangat dimungkinkan

“Karena tingkahnya dia bs diberi hukuman-hukuman baru yang jauh lebih lama,” kata Mahfud saat berkomentar di akun Twitter miliknya dikutip VIVA, Minggu 2 Agustus 2020.

Mengapa Korupsi Sulit Hilang di Indonesia?

Dalam pelariannya, Djoko Tjandra telah menggunakan surat palsu, suap kepada sejumlah pejabat negara yang melindunginya. Adapun terakhir vonis penjara selama dua tahun diberikan oleh Mahkamah Agung pada tahun 2009. Ditegaskan, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini, penyuapan bagian dari korupsi.

Menghadapi Korupsi: Dampak dan Pelajaran dari Kasus Tom Lembong

“Jadi jika JOK-TJAN itu diduga menyuap, artinya dia diduga korupsi,” ujarnya.

Sebelumnya, selain Djoko Tjandra, Polisi juga secara resmi menahan Brigjen Prasetijo Utomo, tersangka pembuat surat jalan palsu kepada, Djoko Tjandra. Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Awi Setiyono mengatakan, jenderal bintang satu itu terbukti terlibat dalam pelarian Djoko Tjandra.

Baca juga: Polri: Serah Terima Djoko Tjandra Dilakukan di Atas Pesawat

Prasetijo yang juga Mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri tesebut ditetapkan sebagai tersangka pada Senin, 27 Juli 2020. Dari hasil gelar perkara, Prasetyo terbukti menerbitkan surat jalan palsu untuk Djoko Tjandra dan pengacaranya, Anita Kolopaking.

Kemudian, memerintahkan seorang dokter di Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri menerbitkan surat bebas COVID-19. Lalu ia memerintahkan Kompol Joni Andrianto membakar surat yang telah dipergunakan dalam perjalanan bersama Djoko Tjandra dan Anita Kolopaking.

Prasetyo dijerat Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP tentang Membuat Surat Palsu, Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1e KUHP, Pasal 426 ayat 1 KUHP tentang Pejabat yang Membiarkan Seseorang Melarikan Diri dan atau Pasal 221 ayat 1 ke-2 KUHP tentang Menyembunyikan, Menolong untuk Menghindarkan Diri dari Penyidikan atau Penahanan.

"Brigjen Prasetyo Utomo terancam hukuman maksimal enam tahun penjara," ujar Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo, Senin lalu. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya