Penyelundupan Sisik Trenggiling Digagalkan, 22 Kg Barang Bukti Disita
- VIVA/Andri Mardiansyah (Padang)
VIVA – Tim gabungan yang terdiri atas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Seksi Konservasi Wilayah I Sumatera Barat, Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat (BBTNKS), dan Satreskrim Polres Pasaman Barat, berhasil meringkus tiga pelaku penyelundupan sisik trenggiling.
Tiga pelaku perdagangan organ satwa liar dilindungi itu masing-masing berinisial S, L, dan A. Ketiganya ditangkap saat sedang menunggu pembeli.
Menurut Petugas Pengendali Ekosistem Hutan BKSDA Wilayah I Sumbar, Ade Putra, ketiga pelaku tersebut ditangkap pada Kamis dini hari, 30 Juli 2020 sekitar pukul 01.50 WIB.
Dari tangan pelaku, petugas berhasil mengamankan barang bukti berupa sisik trenggiling seberat 22 kilogram. Kini, ketiganya masih dimintai keterangan lebih lanjut di Mapolres Pasaman Barat.
“Kami tangkap dini hari tadi. Mereka sedang menunggu pembeli. Namun, sebelum transaksi jual beli terlaksana, baik pelaku maupun barang bukti berhasil kami amankan,” kata Ade Putra, Kamis 30 Juli 2020.
Baca juga: China Hapus Trenggiling dari Daftar Obat Tradisional
Dijelaskan Ade, pihaknya sudah mendapatkan informasi tentang adanya rencana transaksi perdagangan organ satwa liar dilindungi di wilayah Kabupaten Pasaman Barat sejak April 2020. Namun, operasi penangkapan pada saat itu terkendala dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akibat pandemi Coronavirus Disease 2019 atau COVID-19. Meski demikian, informasi tersebut tetap dikembangkan hingga akhirnya ketiga pelaku berhasil diringkus.
Berdasarkan pengembangan dari informasi awal hingga keterangan ketiga pelaku itu, kata Ade, mereka terlibat dalam jaringan perdagangan satwa liar dilindungi antarprovinsi. Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Jambi, adalah tiga wilayah yang kerap dijadikan pasar gelap perdagangan organ maupun satwa liar yang masih hidup. Untuk satu kilogram sisik trenggiling, mereka jual seharga Rp3,5 juta.
“Mereka, sindikat perdagangan yang tergabung dalam jaringan lintas provinsi,” ujar Ade.
Terpisah, Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Sumatera Barat, Khairi Ramadhan, menyebutkan, saat ini ketiga pelaku masih di-BAP di Polres Pasaman Barat. Untuk sementara, mereka disangka telah melanggar pasal 21 ayat 2 huruf a Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang KSDAHE. Ancaman hukumannya, pidana penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp100 juta.
Masih maraknya perilaku pelanggaran UU tentang KSDAHE, Khairi mengingatkan kepada seluruh oknum masyarakat untuk tidak lagi melakukan perbuatan serupa. Karena, selain berperan memusnahkan populasi satwa liar dilindungi yang kini kian berkurang, perburuan atau perdagangan adalah tindakan yang melanggar hukum. Jika kedapatan, siapa pun itu akan dihadapkan dengan proses hukum yang berlaku.
“Kami imbau dengan keras, jangan lagi melakukan tindakan itu. BKSDA akan selalu memburu para pelaku yang melanggar ketentuan UU Nomor 5 Tahun 1990. Bersama-sama kita jaga kelestarian, populasi dan habitat satwa-satwa liar dilindungi. Jika tidak demikian, maka populasi itu akan semakin berkurang. Bahkan akan punah,” tutur Khairi. (art)