Novel Baswedan Ragu Penyerangnya Akan Dipecat dari Kepolisian

Penyidik senior KPK, Novel Baswedan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

VIVA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan meragukan kedua terdakwa penyerangan terhadapnya, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dikeluarkan dari institusi Polri. Hal ini merespons akan digelarnya sidang etik untuk kedua pelaku penyerangan.

"Kalau sesuai dengan apa yang saya dapat info dan telah saya sampaikan ke publik sejak awal, bahwa kedua orang tersebut tidak akan dipecat dari kepolisian. Akankah semua skenario yang saya dapatkan sejak awal berjalan demikian semuanya, atau memang sudah mulai ada niatan kebaikan," kata Novel kepada awak media, Rabu, 29 Juli 2020.

Novel menyebut, sejak awal sudah mengetahui kalau kedua pelaku tidak akan lebih dihukum dari dua tahun penjara. Apalagi motif penyerangan diklaim hanya alasan pribadi yang tidak menyukai Novel lantaran dinilai telah berkhianat kepada institusi Polri.

Baca juga: Soal Putusan Penyerang Novel Baswedan, Ini Pernyataan Polri

"Info yang saya dapat sejak awal, bahwa kedua pelaku hanya akan dihukum tidak lebih dari dua tahun. (Motif) alasan pribadi dan pelaku hanya dua orang saja, serta kedua pelaku tidak akan dipecat," kata Novel.

Novel memandang proses hukum penyerangan terhadapnya diduga berjalan sesuai skenario. Dia pun meragukan kalau Rahmat Kadir yang telah divonis dua tahun penjara dan Ronny Bugis yang divonis satu tahun enam bulan akan dipecat dari institusinya.

"Semua cerita tersebut telah terjadi sesuai skenario, tinggal masalah dipecat atau tidaknya," imbuhnya.

Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri akan segera menggelar sidang etik untuk Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis. Keduanya pun telah divonis oleh PN Jakarta Utara terkait penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Awi Setiyono, mengatakan sidang etik itu akan dilakukan setelah ada keputusan hakim pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

"Yang jelas itu betul larinya ke kode etik. Kalau orang sudah inkrah, terbukti melakukan pidana tentunya larinya ke (pelanggaran) kode etik," kata Awi, di Mabes Polri, Selasa, 28 Juli 2020.

Polri Beri Penghormatan Terakhir kepada AKP Ryanto dengan Kenaikan Pangkat Kompol Anumerta

Kendati begitu, Awi tak menjelaskan secara rinci soal waktu persidangan etik terhadap dua terpidana itu. Namun, Awi menyebut persidangan kode etik itu mengenai statusnya sebagai anggota Polri.

"Itu berproses terkait dengan statusnya tentunya nanti ada proses sendiri karena memang bagaimana proses penghentian anggota Polri dari kepolisian negara RI, itu ada aturan mainnya," ujar Awi.

Pakar: Indonesia Masih Belum Aman dari Ancaman Terorisme

Terpisah, Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara Djuyamto menyatakan, putusan perkara kasus penyiraman air keras telah berkekuatan hukum tetap sejak Kamis, 23 Juli 2020.

Sebab, jaksa penuntut umum (JPU) maupun para terdakwa dan penasihat hukumnya tidak mengajukan banding.

Polisi Bongkar 619 Kasus Judol sejak 5 November 2024, 734 Orang Ditetapkan Tersangka

"Karena per tanggal 23 Juli kemarin sampai pukul 24.00 WIB JPU tidak mengajukan pernyataan banding, maka putusan telah inkrah," kata Djuyamto.

Diketahui, Rahmat Kadir dan Ronny Bugis merupakan anggota Polri aktif. Keduanya divonis hakim masing-masing dua tahun dan 1,5 tahun penjara. Keduanya dinilai terbukti melakukan tindak pidana penganiayaan berencana kepada Novel. (ase)

Mendikdasmen Abdul Mu'ti

MoU dengan Polri, Mendikdasmen Sebut Kekerasan Diselesaikan Secara Damai dan Guru Tak Jadi Terpidana

Mendikdasmen, Prof Abdul Mu’ti mengatakan pihaknya menjamin keamanan para guru dari intimidasi dan kekerasan oleh pihak manapun. Terutama setelah MoU dengan Polri diteken

img_title
VIVA.co.id
26 November 2024