Anggaran POP Rp595 Miliar Disarankan untuk Stimulus Pendidikan
- VIVAnews/Lilis Khalisotussurur
VIVA – Tokoh Pendidikan Islam yang juga Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra, ikut mengkritik Program Organisasi Penggerak (POP) yang digagas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dia menilai dana yang dianggarkan sebesar Rp595 miliar untuk program itu tidak tepat di tengah pandemi COVID-19.
Sebaiknya, lanjut dia, dana tersebut digunakan untuk stimulus pendidikan. Apalagi Indonesia sedang mengalami krisis.
"Sekarang ini kan lagi krisis, lagi [pandemi] corona, anak anak tidak bisa belajar dengan baik, bahkan pembelajaran jarak jauh, saya lihat banyak anak yang tidak bisa belajar online, tidak punya HP dan tidak punya laptop," kata Azyumardi di acara ILC tvOne, Selasa 28 Juli 2020.
Baca juga: Perjuangan Siswa di Sulsel Belajar Online hingga ke Tepi Jurang
Bahkan di beberapa wilayah, sinyal pun tidak ada. Akhirnya, konsep pembelajaran jarak jauh pun terhalang. Azyumardi menegaskan, program POP ini sangat tidak menunjukkan empati karena membagi anggaran ke organisasi yang belum jelas pengalamannya di bidang pendidikan.
"Bahkan ada satu keluarga HP hanya satu, sehingga harus bergantian memakai, ada juga," imbuh dia.
Dia pun membandingkan, sektor kesehatan dan ekonomi saja memiliki dana stimulus tersendiri. Berbeda halnya dengaan pendidikan yang masih luntang-lantung menghadapi pandemi COVID-19.
Baca juga: Polemik Organisasi Penggerak, Nadiem Minta Maaf ke NU dan Muhammadiyah
"Kalau kesehatan, ada stimulus kesehatan, ekonomi ada bahkan stimulus UMKM. Sedangkan di pendidikan tidak ada dana stimulus pendidikan. Dana kontingensi, dana darurat pun tidak ada," ujar dia.
Pendidikan saat ini hanya mengandalkan dana rutin yaitu dana BOS yang jumlahnya sangat terbatas. Maka, dana POP itu sebaiknya dialihkan sebagai untuk menyelamatkan pendidikan hingga memberi fasilitas untuk anak-anak yang sulit dalam hal ekonomi. Termasuk bisa untuk membantu guru honorer yang juga kesulitan ekonomi.
Jika ada dana lebih, Azyumardi menyebut bahwa dana itu bisa juga untuk stimulus kepada pendidikan tinggi, yang saat ini kondisinya juga berat.
"Alangkah baiknya dialihkan sebagai dana stimulus pendidikan. kalau ada lebihnya bisa dibagi untuk tingkat pendidikan tinggi. Uang kuliah diturunkan atau digratiskan, karena sekarang hanya beasiswa bidik misi, dan kartu indonesia pintar," tuturnya. (ren)