Kisah Siswa Naik Turun Bukit Guna Menuntut Ilmu di Tengah Badai Corona
- VIVA/Andri Mardiansyah
VIVA – Sejak pandemi Coronavirus Disease 2019 atau COVID-19 menyerang Ranah Minang, aktivitas belajar mengajar tatap muka dilakukan secara online. Bahkan, meski sudah masuk dalam era adaptasi kebiasaan baru, kondisi seperti itu masih berlangsung.
Salah satu kegiatan secara online yang masih berlangsung terjadi di Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Walau Agam sudah berangsur menuju zona hijau, namun proses belajar dengan mengandalkan akses internet itu, masih berlangsung.
Fenomena belajar dengan sistem dalam jaringan (Daring) itu, membawa pengaruh terhadap puluhan pelajar hingga Mahasiswa yang tinggal di Jorong sungai Guntuang, Nagari Pasia Laweh, Kecamatan Palupuh, Kabupaten Agam.
Anak didik yang berasal dari daerah terpencil berpendudukan sekitar 320 Kepala Keluarga dengan kisaran 700 sampai 800 jiwa itu, terpaksa harus mendaki ke puncak perbukitan di daerah itu.
Bukit itu, bernama bukit Pakan Salasa. Sebagian ada juga yang menyebutkan dengan Kelok Hape. Disebut demikian, lantaran dibelokan itulah satu-satunya tempat yang bisa menangkap signal ponsel.
Bergeser sedikit, maka tangkapan signal akan melemah. Untuk menghindari teriknya matahari, terkadang mereka memanfaatkan dangau-dangau yang ada di perkebunan warga. Atau, berteduh dirindangnya pohon-pohon yang ada.
Untuk mencapai lokasi ini, mereka juga harus menempuh perjalanan berliku demi bisa mengikuti pembelajaran daring. Meski bisa diakses dengan jalan kaki atau kendaraan roda dua, namun perjalanan sekitar delapan kilometer dari rumah harus mereka lalui terlebih dahulu. Mereka pun, kesulitan untuk mengikuti pembelajaran online yang diterapkan oleh pemerintah saat ini. Apalagi, harus setiap hari menuju lokasi untuk bisa belajar.
“Kami di sini, memang di lokasi ini saja yang dapat signal. Ini, satu-satunya tempat berkomunikasi menggunakan akses internet. Menyulitkan pelajar dalam mengikuti proses belajar mengajar daring. Setiap hari di sini ramai oleh anak-anak yang belajar. Terkadang, mereka juga ditemani oleh orang tua mereka,” kata Wali Jorong Sungai Guntuang, Palupuh, Agam Masril, Selasa 28 Juli 2020.
Masril berharap, kondisi ini segera mendapat perhatian dari pemerintah atau otoritas terkait lainnya. Pasalnya, selain menyulitkan pelajar dan mahasiswa untuk belajar, juga berdampak kepada masyarakat secara keseluruhan.
Selain itu, kondisi ini jelas memutuskan mata rantai komunikasi antara masyarakat Sungai Guntuang dengan dunia luar. Karena, tak mungkin setiap akan melakukan komunikasi dengan dunia luar maka harus mendatangi lokasi ini.
“Ada banyak anak-anak dan masyarakat kita yang memanfaatkan lokasi ini untuk belajar online. Keadaan akan bertambah sulit jika cuaca mendadak hujan. Karena, tidak ada tempat yang ideal untuk berteduh selain dangau milik warga. Sehingga, sering kali mereka berhujan-hujanan. Harapan kita, kondisi ini mendapat perhatian serius,” ujar Masril.
Terpisah, Bupati Kabupaten Agam Indra Catri menyebutkan, jika persoalan jaringan internet ini merupakan fenomena gunung es dari persoalan dunia pendidikan kita. Lantaran adanya pandemi COVID-19, akses internet menjadi suatu kebutuhan yang vital.
Padahal, kata dia, untuk Kabupaten Agam sendiri sampai hari ini baru sepertiga wilayah yang jaringan internetnya bisa diakses dengan lancar. Sementara untuk membuat atau menghadirkan jaringan internet dalam waktu cepat, tidak bisa.
“Persoalan jaringan internet ini. Bukan hanya persoalan Agam saja. Tapi juga persoalan daerah lain. Ini, persoalan gunung es pendidikan kita. Apalagi sekarang masa pandemi belajar diganti dengan sistem daring dan luring. Soal jaringan, sudah lama kita usulkan. Tidak bisa dalam waktu cepat. Dari sisi perusahaan providernya, tentu menghitung kajian secara ekonomi,” kata Indra.
Menurut Indra, persoalan dunia pendidikan yang menggunakan sistem pembelajaran daring saat ini, tidak hanya terkendala akses internet. Tapi juga peralatan. Karena, tidak semua anak didik yang memiliki laptop atau alat sejenis yang menunjang aktivitas belajar mereka. Juga, tidak semua orang tua yang mampu melengkapi kebutuhan anaknya mulai dari laptop, handphone ataupun paket internet.
“Kalau kita harus menggunakan sistem daring atau luring, itu baru soal jaringan. Belum lagi soal peralatan. Tidak semua anak kita punya laptop. Bukan masalah Agam saja. Tapi, dengan viralnya foto anak-anak belajar di sana, mudah-mudahan Agam bisa menjadi inspirasi. Dan otoritas terkait lainnya tergerak untuk segera menghadirkan jaringan di sana. Kalau Pemkab kita, sudah kita usulkan sejak lama,” tutup Indra.