Tolak Sidang Online Djoko Tjandra, Jaksa: Rendahkan Martabat Peradilan

Sidang kasus Bank Bali, Djoko Tjandra
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir

VIVA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai permintaan Djoko Tjandra terkait sidang Peninjauan Kembali (PK) secara daring, telah merendahkan martabat peradilan. Djoko merupakan buronan kasus hak tagih atau cessie Bank Bali.

Keberadaan Djoko sampai sekarang sama sekali tidak diketahui oleh penegak hukum. Bahkan, hingga proses sidang dilaksanakan.

"Maka dapat dipastikan secara yuridis non aktif bahwa, jika persidangan dilakukan secara daring atau online dengan benar orang yang bernama Djoko Tjandra. Sehingga Djoko Tjandra telah melakukan perbuatan merendahkan martabat peradilan atau contempt of court," kata Jaksa Ridwan Ismawanta saat menyampaikan pendapat, dalam sidang lanjutan permohonan PK Djoko Tjandra di PN Jakarta Selatan, Senin, 27 Juli 2020.

Baca Juga: Polisi: Dokter yang Buat Surat Bebas COVID-19 Tak Kenal Djoko Tjandra

Jaksa lebih lanjut mengungkapkan keraguan surat permintaan sidang PK online yang dibacakan tim penasihat hukum Djoko Tjandra pada 17 Juli 2020 lalu. Sebab, tak ada satu pun bukti autentik yang menegaskan surat tersebut benar berasal dari rumah sakit yang menangani Djoko Tjandra.

"Dikarenakan tidak ada satu pun bukti atas dasar hukum yang meyakinkan bahwa surat sakit dan surat permohonan atas nama Djoko Soegiarto Tjandra tersebut dibuat oleh Djoko Soegiarto Tjandra sendiri, sehingga kami tidak dapat meyakini kebenaran surat tersebut," kata Jaksa Ridwan.

Jaksa juga meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk tidak menerima permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Djoko Tjandra.

Jaksa meminta majelis hakim tak meneruskan berkas permohonan PK Djoko ke Mahkamah Agung (MA).

Bahlil Ungkap Dirjen Gakkum ESDM Bakal Dijabat Unsur TNI, Polri, atau Jaksa

"Bersama dengan ini Jaksa meminta Majelis Hakim, menyatakan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Djoko Soegiarto Tjandra harus tidak dapat diterima, dan tidak diteruskan perkaranya ke Mahkamah Agung (MA)," ujar Ridwan.

Bantah buron

Kesaksian Tertulis Saksi Ahli Diduga Disiapkan Jaksa, DPR Minta Kejagung Transparan dan Profesional

Sebelumnya, pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, membantah kliennya buron. Menurut Anita, kasus Djoko Tjandra telah diputus inkracht (berkekuatan hukum tetap) oleh pengadilan pada tahun 2001, dan putusan pengadilan menyebutkan Djoko Tjandra dilepaskan dari segala tuntutan.

"Jadi apa yang dilakukan Djoko Tjandra sudah dilakukan eksekusi oleh jaksa tahun 2001. Jadi sebenarnya sudah selesai urusan Djoko Tjandra. Sejak itu (2001) beliau itu orang bebas merdeka," kata Anita di ILC, Selasa, 7 Juli 2020.

Niat Adukan Kasus, DPR Bilang Persoalan Jaksa Jovi Masalah Sepele

Anita merasa prihatin dengan kasus yang menimpa Djoko Tjandra. Selama 21 tahun ini, kliennya tersandera kasus. Padahal, sejak tahun 1999, Djoko Tjandra sudah menjalani tahanan di rutan maupun tahanan kota, sampai akhirnya diputus bebas pada tahun 2001.

Delapan tahun kemudian, tahun 2009, setelah jaksa eksekusi putusan bebas Djoko Tjandra, tiba-tiba
jaksa melakukan upaya hukum dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kasus Djoko Tjandra tahun 2009. "Berarti apa? Saya katakan ini by order, ada kekuasaan yang melakukan ini, saya cuma prihatin," ujarnya.

Anita menilai langkah jaksa itu bentuk kezaliman. Menurutnya, jaksa tidak dapat melakukan PK sebagaimana diatur secara khusus dalam Pasal 263 ayat 1 KUHAP. Setidaknya, kata dia, ada dua hal yang ditabrak jaksa. Pertama adalah subjek hukumnya, yakni pemohon PK hanya terpidana atau ahli waris. 

Kedua, objek hukumnya, yakni putusan kasus Djoko Tjandra adalah dilepaskan dari tuntutan hukum (onslag van recht vervolging). "Jadi dua subjek dan objek ini sudah dilanggar," tegasnya.

Disamping itu, kasus yang menimpa Djoko Tjandra, kata Anita, juga bukan pidana korupsi tapi murni kasus perdata yakni transaksi cessy antara dua perusahaan, Bank Bali Tbk dan PT Era Giat Prima. 

"Di situ jelas masalah hukumnya, tidak ada kerugian negara sepeser pun, tapi yang benar uang Djoko Tjandra dirampas. Itu kenyataannya," klaim Anita

Seperti diketahui, pada 2009 lalu, dalam putusan MA atas PK yang diajukan jaksa, Djoko Tjandra dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan dijatuhi pidana dua tahun penjara. 

Selain pidana penjara, Djoko juga harus membayar denda Rp15 juta serta uang miliknya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara. Namun, sehari jelang putusan, Djoko Tjandra diketahui sudah meninggalkan Indonesia dengan pesawat carter menuju Papua Nugini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya