Jaksa Minta Hakim Tolak Permohonan Djoko Tjandra Gelar Sidang Online

Suasana persidangan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh buron kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan hak tagih (cassie) Bank Bali Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (20/7/2020).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

VIVA – Jaksa Penuntut Umum meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menolak permintaan buronan Djoko Tjandra agar sidang permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukannya dapat digelar secara daring atau online.

Buronan kasus pengalihan hak tagih utang Bank Bali itu sudah 3 kali mangkir dari persidangan permohonan PK yang diajukannya, yakni pada 29 Juni 2020, 6 Juli 2020, dan 20 Juli 2020. Alasannya, lagi sakit di Kuala Lumpur, Malaysia.

Dalam persidangan pada pekan lalu, lewat secarik surat yang dibacakan tim penasihat hukumnya, Djoko meminta Majelis Hakim menggelar sidang PK secara daring.

"Menolak untuk dilakukan sidang PK secara daring sebagaimana tertuang dalam surat permohonan Joko Tjandra pada 17 Juni 2020," kata Jaksa Ridwan Ismawanta saat membacakan pendapat jaksa selaku termohon dalam sidang lanjutan permohonan PK Djoko Tjandra di PN Jaksel, Senin, 27 Juli 2020.   

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Tersangka, ICW: Jadi Langkah Bisa Tangkap Harun Masiku

Baca juga: Pemprov DKI, Jabar, Banten Ajukan Pinjaman ke Pusat, untuk Apa Saja?

Jaksa Ridwan menuturkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) nomor 1 tahun 2012 menyatakan terpidana maupun ahli waris yang mengajukan permohonan PK harus hadir dalam persidangan. Untuk itu, Jaksa meminta Majelis Hakim menolak permintaan agar sidang digelar secara daring. 

"Berdasarkan SEMA Nomor 1 Tahun 2012, pemeriksaan sidang PK tidak dapat dilakukan secara online atau daring," kata Jaksa.

Jaksa juga meragukan klaim kuasa hukum yang menyebut Djoko Tjandra sedang sakit di Kuala Lumpur, Malaysia. Hal ini lantaran keterangan sakit Djoko Tjandra hanya berdasarkan surat keterangan seorang dokter di sebuah klinik di Kuala Lumpur. Apalagi, surat keterangan sakit itu tidak didukung oleh rekam medis.

"Sehingga keterangan sakit tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan untuk mengetahui apakah Djoko Tjandra benar-benar sakit atau tidak," ujarnya.

Atas dasar itu, Jaksa menilai Djoko Tjandra tidak menghormati dan bahkan merendahkan martabat pengadilan. Untuk itu, Jaksa Ridwan meminta Majelis Hakim tidak menerima permohonan PK Djoko Tjandra dan berkas permohonannya tidak diteruskan ke Mahkamah Agung (MA).

"Sudah sepantasnya Majelis Hakim menyatakan tidak dapat diterima permohonan PK Djoko Tjandra dan berkas perkara tidak dilanjutkan ke MA," ujar Jaksa. (ren)