Jaksa Mohon Hakim Tolak PK Buronan Djoko Tjandra

Djoko Tjandra
Sumber :
  • Antara

VIVA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk tidak menerima permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan buronan perkara pengalihan hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra.

Kesaksian Tertulis Saksi Ahli Diduga Disiapkan Jaksa, DPR Minta Kejagung Transparan dan Profesional

Jaksa selaku pihak termohon meminta Majelis Hakim tidak meneruskan berkas permohonan PK Djoko Tjandra ke Mahkamah Agung (MA).

Permintaan itu disampaikan Jaksa saat menyampaikan pendapat dalam sidang lanjutan permohonan PK Djoko Tjandra di PN Jaksel, Senin, 27 Juli 2020.

Niat Adukan Kasus, DPR Bilang Persoalan Jaksa Jovi Masalah Sepele

"Bersama dengan ini Jaksa meminta Majelis Hakim, menyatakan, permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Djoko Soegiarto Tjandra harus tidak dapat diterima, dan tidak diteruskan perkaranya ke Mahkamah Agung (MA)," kata Jaksa Ridwan Ismawanta.

Permintaan disampaikan Jaksa lantaran Djoko Tjandra selalu mangkir dalam tiga persidangan permohonan PK yang diajukannya dengan alasan sakit. Apalagi Keterangan sakit itu hanya didasari pada surat keterangan dari seorang dokter di Kuala Lumpur, Malaysia.

Kejagung Blak-blakan Jaksa Jovi di Tapsel Lakukan 2 Pelanggaran, Apa Saja?

Jaksa juga meminta Majelis Hakim menolak permintaan Djoko Tjandra agar sidang PK digelar secara daring. Ini sebagaimana Surat Edaran Mahkamah Agung nomor 1 tahun 2012 yang menyatakan terpidana maupun ahli waris yang mengajukan permohonan PK harus hadir dalam persidangan.

"Menolak sidang PK secara daring sebagaimana tertuang dalam surat permohonan Djoko Tjandra pada 17 Juni 2020," kata Jaksa.

Baca juga: Jokowi Kecewa Baru Sebagian Kecil Anggaran Penanganan Corona Diserap

Sebelumnya, pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, membantah kliennya buron. Menurut Anita, kasus Djoko Tjandra telah diputus inkracht (berkekuatan hukum tetap) oleh pengadilan pada tahun 2001, dan putusan pengadilan menyebutkan Djoko Tjandra dilepaskan dari segala tuntutan.

"Jadi apa yang dilakukan Djoko Tjandra sudah dilakukan eksekusi oleh jaksa tahun 2001. Jadi sebenarnya sudah selesai urusan Djoko Tjandra. Sejak itu (2001) beliau itu orang bebas merdeka," kata Anita di ILC, Selasa, 7 Juli 2020.

Anita merasa prihatin dengan kasus yang menimpa Djoko Tjandra. Selama 21 tahun ini, kliennya tersandera kasus. Padahal, sejak tahun 1999, Djoko Tjandra sudah menjalani tahanan di rutan maupun tahanan kota, sampai akhirnya diputus bebas pada tahun 2001.

Delapan tahun kemudian, tahun 2009, setelah jaksa eksekusi putusan bebas Djoko Tjandra, tiba-tiba
jaksa melakukan upaya hukum dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kasus Djoko Tjandra tahun 2009. "Berarti apa? Saya katakan ini by order, ada kekuasaan yang melakukan ini, saya cuma prihatin," ujarnya.

Anita menilai langkah jaksa itu bentuk kezaliman. Menurutnya, jaksa tidak dapat melakukan PK sebagaimana diatur secara khusus dalam Pasal 263 ayat 1 KUHAP. Setidaknya, kata dia, ada dua hal yang ditabrak jaksa. Pertama adalah subjek hukumnya, yakni pemohon PK hanya terpidana atau ahli waris. 

Kedua, objek hukumnya, yakni putusan kasus Djoko Tjandra adalah dilepaskan dari tuntutan hukum (onslag van recht vervolging). "Jadi dua subjek dan objek ini sudah dilanggar," tegasnya.

Disamping itu, kasus yang menimpa Djoko Tjandra, kata Anita, juga bukan pidana korupsi tapi murni kasus perdata yakni transaksi cessy antara dua perusahaan, Bank Bali Tbk dan PT Era Giat Prima. 

"Di situ jelas masalah hukumnya, tidak ada kerugian negara sepeser pun, tapi yang benar uang Djoko Tjandra dirampas. Itu kenyataannya," klaim Anita

Seperti diketahui, pada 2009 lalu, dalam putusan MA atas PK yang diajukan jaksa, Djoko Tjandra dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan dijatuhi pidana dua tahun penjara. 

Selain pidana penjara, Djoko juga harus membayar denda Rp15 juta serta uang miliknya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara. Namun, sehari jelang putusan, Djoko Tjandra diketahui sudah meninggalkan Indonesia dengan pesawat carter menuju Papua Nugini. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya