Soal ‘Surat Sakti’ Djoko Tjandra, Bareskrim Koordinasi dengan Kejagung

Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo (tengah) .
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir

VIVA – Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komjen Listyo Sigit Prabowo mengatakan pihaknya tentu berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam melakukan penyidikan dugaan kasus pemalsuan surat yang dikeluarkan oleh mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Brigjen Prasetijo Utomo kepada buronan kasus korupsi Djoko Tjandra.

Irjen Napoleon Bonaparte Tak Dipecat Buntut Korupsi Djoko Tjandra, Beda dengan Jaksa Pinangki

Baca juga: Anita Kolopaking Bakal Jadi Tersangka? Ini Kata Kabareskrim

“Tentunya kita akan melaksanakan koordinasi juga di level-level tertentu, apalagi kalau kaitan penyidikan kan selalu koordinasi dengan Kejaksaan, maupun dengan yang lain dalam rangka membuat terang semuanya,” kata Listyo di Lapangan Tembak Senayan pada Minggu, 26 Juli 2020.

Irjen Napoleon Bonaparte Tidak Banding Pasca Lolos dari Pemecatan

Pokoknya, kata Listyo, pihaknya akan memproses kasus ini secara terbuka dan setiap perkembangan disampaikan kepada masyarakat sebagai bentuk transparansi. Oleh karena itu, masyarakat diharap bersabar terkait perkembangan kasus dugaan pemalsuan surat untuk Djoko Tjandra tersebut.

“Tunggu saatnya. Yang jelas, progresnya tentunya kita akan secara periodik menyampaikan ke publik sebagai bentuk transparansi kita terhadap proses penyidikan ini,” ujarnya.

Polri Buka Suara soal Kapan Sidang Etik Irjen Napoleon Bonaparte

Sementara, Listyo tidak mau berspekulasi lebih jauh terkait hasil investigasi internal Kejaksaan Agung terhadap jaksa yang diduga terlibat dalam kasus perjalanan Djoko Tjandra ini bakal dijadikan bahan petunjuk penyidik Bareskrim. Sebab, Polri masih fokus menangani internalnya sendiri. 

“Kita bergerak dari sisi kita dulu saja,” jelas dia.

Sebelumnya, Tim Khusus Bareskrim Polri telah mencekal atau mencegah Pengacara Djoko Tjandra, Anita Dewi Anggraeni Kolopaking. Karena, penyidik sedang menangani kasus dugaan pemalsuan surat yang dikeluarkan oleh mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Brigjen Prasetijo Utomo.

Surat permohonan pencekalan Anita Kolopaking dikirimkan kepada Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Bandara Soekarno-Hatta bernomor B/3022/VII/2020/Dittipidum, tertanggal 22 Juli 2020 yang ditandatangani Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Ferdy Sambo.

Hal itu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHP dan Pasal 426 KUHP dan/atau Pasal 221 KUHP, yang diduga dilakukan oleh terlapor Brigjen Prasetijo yang terjadi pada 1 Juni 2020 sampai 19 Juni di Jakarta dan Pontianak, Kalimantan Barat.

“Kita sudah meminta untuk pencekalan, dan ini haknya penyidik. Jadi kita sudah mengirimkan (surat pencekalan),” kata Argo.

Selain itu, Bareskrim juga telah memulai penyidikan (SPDP) pemalsuan surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHP, Pasal 421 KUHP dan/atau Pasal 221 KUHP yang diduga dilakukan oleh terlapor Brigjen Prasetijo dan kawan-kawan.

Diketahui, buntut menerbitkan surat jalan untuk Djoko Tjandra, seorang jenderal polisi dicopot dari jabatannya. Dia adalah Brigjen Prasetijo Utomo. Prasetijo dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim.

Sebelumnya, pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, membantah kliennya buron. Menurut Anita, kasus Djoko Tjandra telah diputus inkracht (berkekuatan hukum tetap) oleh pengadilan pada tahun 2001, dan putusan pengadilan menyebutkan Djoko Tjandra dilepaskan dari segala tuntutan.

"Jadi apa yang dilakukan Djoko Tjandra sudah dilakukan eksekusi oleh jaksa tahun 2001. Jadi sebenarnya sudah selesai urusan Djoko Tjandra. Sejak itu (2001) beliau itu orang bebas merdeka," kata Anita di ILC, Selasa, 7 Juli 2020.

Anita merasa prihatin dengan kasus yang menimpa Djoko Tjandra. Selama 21 tahun ini, kliennya tersandera kasus. Padahal, sejak tahun 1999, Djoko Tjandra sudah menjalani tahanan di rutan maupun tahanan kota, sampai akhirnya diputus bebas pada tahun 2001.

Delapan tahun kemudian, tahun 2009, setelah jaksa eksekusi putusan bebas Djoko Tjandra, tiba-tiba
jaksa melakukan upaya hukum dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kasus Djoko Tjandra tahun 2009. "Berarti apa? Saya katakan ini by order, ada kekuasaan yang melakukan ini, saya cuma prihatin," ujarnya.

Anita menilai langkah jaksa itu bentuk kezaliman. Menurutnya, jaksa tidak dapat melakukan PK sebagaimana diatur secara khusus dalam Pasal 263 ayat 1 KUHAP. Setidaknya, kata dia, ada dua hal yang ditabrak jaksa. Pertama adalah subjek hukumnya, yakni pemohon PK hanya terpidana atau ahli waris. 

Kedua, objek hukumnya, yakni putusan kasus Djoko Tjandra adalah dilepaskan dari tuntutan hukum (onslag van recht vervolging). "Jadi dua subjek dan objek ini sudah dilanggar," tegasnya.

Disamping itu, kasus yang menimpa Djoko Tjandra, kata Anita, juga bukan pidana korupsi tapi murni kasus perdata yakni transaksi cessy antara dua perusahaan, Bank Bali Tbk dan PT Era Giat Prima. 

"Di situ jelas masalah hukumnya, tidak ada kerugian negara sepeser pun, tapi yang benar uang Djoko Tjandra dirampas. Itu kenyataannya," klaim Anita.

Seperti diketahui, pada 2009 lalu, dalam putusan MA atas PK yang diajukan jaksa, Djoko Tjandra dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan dijatuhi pidana dua tahun penjara. 

Selain pidana penjara, Djoko juga harus membayar denda Rp15 juta serta uang miliknya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara. Namun, sehari jelang putusan, Djoko Tjandra diketahui sudah meninggalkan Indonesia dengan pesawat carter menuju Papua Nugini.

Ketua DPP PDIP Yasonna H Laoly memantau penghitungan suara di Sekretariat BSPN PDIP Sumut.(B.S.Putra/VIVA)

Menkumham Yasonna Pastikan Tak Ada Upaya Lindungi Harun Masiku

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly menegaskan pihaknya tidak mengetahui soal keberadaan buronan kasus korupsi Harun Masiku. Ia mengaku jika mengetahui keberadaan Harun,

img_title
VIVA.co.id
25 Juni 2024