Mahfud Sebut Omnibus Law Ciptaker untuk Basmi Budaya Suap

Menkopolhukam Mahfud MD di Gedung Negara Grahadi, Surabaya
Sumber :
  • VIVA/Nur Faishal (Surabaya)

VIVA - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyatakan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) untuk membasmi budaya suap yang menggurita dalam birokrasi Indonesia. Kerumitan regulasi di Indonesia berpotensi menghambat investasi dan menyuburkan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Evaluasi Pelaksanan Pemilu 2024, DPR Mau Bikin Omnibus Paket Politik

Mahfud mengakui buruknya tata kelola birokrasi di Indonesia. Bahkan, birokrasi bisa membuat urusan penting seseorang tertahan lama, tetapi bisa cepat selesai hari ini jika memiliki rekan sejawat.

“Tergantung (juga) dari punya uang berapa yang bisa dijadikan suap. Nah, itu persoalan kita. Maka, pemerintah kemudian membuat Omnibus Law (RUU Cipker) agar saat menyelesaikan sesuatu itu bisa selesai, beserta dengan pernak-pernik persoalan lainnya. Seperti yang kalian tahu, persoalan Omnibus Law ini sampai sekarang masih menjadi perdebatan-perdebatan,” kata Mahfud dalam diskusi virtual, Sabtu, 25 Juli 2020.

Ratusan Buruh Bekasi Gelar Aksi, Tuntut Kenaikan Upah hingga 10 Persen

Baca juga: Survei: 55,5 Persen Publik Nilai RUU Ciptaker Berdampak Positif

Mahfud mengatakan Omnibus Law RUU Cipker menawarkan perampingan regulasi sebagai solusi peraturan yang tumpang tindih di berbagai sektor.

Tuntut Upah Naik 10 Persen dan Pembatalan Omnibus Law, Buruh se-Indonesia Mau Aksi Selama Seminggu

“Menyangkut investasi masalah itu misalnya ada di (Kementerian) Perdagangan, (akhirnya) itu (bisa) diselesaikan. Ternyata terhambat (lagi) (departemen urusan) bea cukai, diselesaikan di bea cukai. (Lalu) terhambat di imigrasi, dan seterusnya. Sehingga, orang menjadi bertanda tanya, ini mau diselesaikannya dari mana, ini orang mau investasi, itu dari peraturan resminya lho,” kata Mahfud.

Dia percaya birokrasi berbelit bisa sebabkan investor kabur. Maka, regulasi terintegrasi bisa menjamin kepastian hukum untuk kelancaran investasi.

“Artinya, di birokrasi ada sesuatu, ada aturan-aturan, ada Keppres (Keputusan Presiden), dan ada Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan), ada imigrasi memiliki aturan sendiri saat menyangkut ekspor-impor. Nah, itu yang menyebabkan investasi kita tersendat-sendat,” ujarnya.

Mahfud mengingatkan para pelaku usaha juga berpotensi melakukan praktik curang. Sehingga bukan hanya birokrasi, tetapi regulasi dan aparat penegak hukum juga penting dalam pembangunan hukum. Jika kepastian hukum terjamin, maka investasi dan pertumbuhan ekonomi lancar.

“Tetapi di lapangan itu terjadi ketidakpastian karena misalnya, kita terus terang saja, kolusi di tingkat bawah, kecurangan-kecurangan di dalam praktik-praktik di lapangan, baik di birokrasi pemerintahan maupun di kalangan pelaku bisnis sendiri, saya kira ini tidak bisa dipungkiri,” tutur Mahfud. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya