Korupsi Berjemaah di Sumut, PKS Minta Jangan Bawa-bawa Partai
- ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
VIVA – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) angkat bicara atas pernyataan Plt Ketua DPD PDIP Sumatera Utara, Djarot Saiful Hidayat, yang mengaitkan kasus korupsi yang menjerat mantan Gubernur Sumut, Gatot Pudjo Nugroho dengan PKS.
"Terkait masalah korupsi, tidak ada kaitannya dengan partai (PKS). Itu adalah tanggung jawab personal. Apa diperbuatnya, pastinya, tidak ada hubungannya dengan PKS dan tidak ada hubungannya dengan PDI-P," kata Ketua Majelis Pertimbangan Wilayah (MPW) PKS Sumatera Utara, Salman Alfarisi kepada VIVA, Jumat sore, 24 Juli 2020.
Salman yang juga wakil ketua DPRD Sumut mendukung proses hukum terhadap praktik korupsi berjemaah di Sumut yang tengah dilakukan penyidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu, untuk menegakkan keadilan.
"KPK proses secara adil, sesuai dengan semangat pemberantasan korupsi. Kami berharap jangan ada bermain seputaran ini, untuk kepentingan politik. Biarkan proses hukum berjalan dengan alurnya," tutur politikus senior PKS ini.
Baca juga:Â Bawaslu Cemaskan Politik Uang Lebih Gencar di Pilkada 2020
Selain itu, Salman meminta kepada semua pihak tidak menyampaikan pendapat dengan mengaitkan kasus korupsi Gatot Pudjo Nugroho dengan PKS. Karena tidak ada hubungannya.
"Orang-orang itu, soal pribadi. Kalau ada fakta hukum, korupsi itu terkait dengan partai tertentu, baru lah," tutur wakil ketua Fraksi PKS DPRD Sumut itu.
Menurut Salman, perang terhadap korupsi bukan saja tugas KPK, tapi juga menjadi tugas seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah. Untuk itu, ia mengatakan, harus ada sistem kuat mengutamakan pencegahan korupsi dan jangan sampai ada kesempatan untuk melakukan korupsi.
"Pertama, kita membangun manusia untuk tidak korupsi. Kedua, membangun sistem sehingga dapat mencegahnya. Jangan sampai ranah hukum menjadi ranah politik. Disayangkan, bila hukum ditarik untuk kepentingan politik tertentu," ujar Salman.
Sebelumnya, Plt Ketua DPD PDIP Sumut, Djarot Saiful Hidayat, mengkritisi kasus korupsi berjemaah mantan Gubernur Sumut, Gatot Pudjo Nugroho dan ikut menjerat puluhan mantan anggota DPRD Sumut. Terakhir, 11 orang sudah ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Kasus korupsi berjemaah di Sumut, kan virus utama korupsinya bersumber pada Gubernur Gatot yang diusung PKS,"Â ungkap Djarot kepada wartawan di Medan, Kamis 23 Juli 2020.
Mantan gubernur DKI Jakarta itu menilai, atas kasus korupsi ini, banyak mantan anggota DPRD Sumut menjadi pesakitan dan harus menjalani proses hukum. PDI Perjuangan mendorong KPK untuk mengungkap keseluruhan kasus korupsi berjemaah.
"Sehingga penyebaran virus itu, sedemikian masif dan puluhan anggota DPRD Sumut harus menjadi korban. Karena ikut menghirup dan menikmati virus korupsi ini," jelas Djarot.
KPK menahan 11 orang mantan anggota DPRD Sumut, yaitu Japorman, Sudirman Halawa, Rahmad Pardamean Hasibuan, Megalia Agustina, Ida Budiningsih, Syamsul Hilal, Robert Nainggolan, Ramli, Layani Sinukaban, Jamaluddin Hasibuan, dan Irwansyah Damanik.
Para mantan anggota dewan itu diduga menerima suap dari eks Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho. KPK belum merinci berapa suap yang diduga diterima para mantan anggota dewan tersebut.
Suap diduga empat hal. Pertama, persetujuan Laporan Pertanggungjawaban Pemprov Sumut Tahun Anggaran 2012-2014. Kedua, persetujuan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013-2014. Ketiga, pengesahan APBD Pemprov Sumut 2014-2015. Keempat, penolakan penggunaan hak interpelasi DPRD Provinsi Sumut pada 2015.
Para tersangka itu dijerat sejak Januari 2020. Pada saat itu, terdapat 14 orang yang dijerat. Mereka dijerat dengan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo pasal 64 ayat (1) pasal 55 ayat (1) KUHP. (art)