Masalah Besar Jika Prabowo Beli Pesawat Eurofighter Bekas Austria
- twitter dahniel
VIVA – Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, disebut-sebut tertarik membeli 15 pesawat tempur jenis Eurofighter Typhoon bekas pakai angkatan bersenjata Austria. Lembaga Imparsial menilai, ide membeli pesawat bekas ini berpotensi menimbulkan masalah baru di masa yang akan datang.
Ide pembelian itu dinilai akan mengulangi kesalahan di masa lalu. Dikarenakan pengadaan alutsista bekas menimbulkan masalah akuntabilitas anggaran pertahanan, dan prajurit TNI yang akan menggunakannya menghadapi risiko terjadi kecelakaan.
"Pemerintah hendaknya belajar dari pengalaman saat melakukan pembelian alutsista bekas di masa lalu, baik itu pesawat, kapal, tank dan lainnya yang memiliki sejumlah problem teknis dan mengalami beberapa kali kecelakaan," kata Direktur Imparsial Al Araf, Rabu, 22 Juli 2020.
Baca juga:Â Desmond: Ada Kekuatan Besar yang Menaungi Djoko Tjandra
Al Araf mengakui, upaya modernisasi alutsista TNI untuk memperkuat pertahanan Indonesia adalah langkah penting dan harus didukung. Namun, langkah itu disebut harus dijalankan oleh pemerintah secara akuntabel, transparan, serta dengan mempertimbangkan ketersediaan anggaran dan kebutuhan TNI itu sendiri.
Imparsial juga mewanti-wanti rencana pembelian pesawat tempur bekas Eurofighter Typhoon berpotensi terjadi penyimpangan akibat tidak adanya standar harga yang pasti.
"Transparency International dalam survei ‘Government Defence Anti-Corruption Index 2015’ menunjukkan risiko korupsi di sektor militer atau pertahanan di Indonesia masih tergolong tinggi," ungkap Al Araf.
Menurut Imparsial, pengadaan pesawat tempur Eurofighter Typhoon juga tersangkut isu dugaan suap dan kritik tajam di dalam negeri Austria sendiri. Pada 2017, Pemerintah Austria diketahui melayangkan gugatan kepada Airbus ke Pengadilan Munich, Jerman, atas dugaan suap yang dilakukan perusahaan pembuat pesawat tempur Eurofighter Typhoon ini kepada pejabat Austria.
Pemerintah Austria menyatakan ada kerugian sebesar US$1,7 juta dari total kontrak pembelian sebesar US$2,4 milliar. Kasus ini kemudian berakhir dengan adanya kewajiban Airbus untuk membayar denda sebesar US$99 juta.
"Tidak hanya itu, Airbus juga disebutkan masih menghadapi proses hukum berkait dengan dugaan penipuan dan korupsi di Pengadilan Austria," kata Al Araf. (ase)