Brigjen Nugroho Diduga Langgar kode Etik di Red Notice Djoko Tjandra
- Antara
VIVA – Propam Polri tengah memeriksa Sekretaris NCB Interpol Indonesia, Brigadir Jenderal Polisi Nugroho Wibowo, terkait dugaan penghapusan red notice atas buronan kasus cessie (pemindahan hak piutang) Bank Bali Djoko Tjandra.
"Berkaitan dengan surat red notice memang dari Propam sudah memeriksa dan memang belum selesai juga," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Inspektur Jenderal Polisi Argo Yuwono di Jakarta, Jumat 17 Juli 2020.
Karena masih diperiksa Propam, untuk itu Argo belum bisa berkata banyak. Setelah pemeriksaan rampung barulah akan dibeberkan. Selain memeriksa Nugroho, sejumlah anggota lainnya di Divisi Hubungan Internasional juga dimintai keterangan. Ada dugaan Nugroho melanggar kode etik.
"Tetapi, daripada pemeriksaannya yang bersangkutan diduga melanggar kode etik. Makanya ini Propam masih memeriksa. Nanti, saksi-saksi yang lain yang mengetahui, yang melihat atau yang mendengar nanti kita akan lakukan pemberkasan untuk kode etik," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Indonesia Police Watch (IPW) minta Polri usut tuntas siapa saja oknum mereka yang diduga melindungi buronan kasus cessie (pemindahan hak piutang) Bank Bali Djoko Tjandra. Semisal mengusut Brigadir Jenderal Polisi Nugroho Wibowo yang diduga menghapus red notice Djoko Tjandra.
IPW minta Nugroho dicopot dari jabatannya sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia. Sebab kesalahan Nugroho dinilai lebih parah ketimbang Brigjen Pol Prasetijo Utomo.
Sebab, kata IPW, melalui surat No: B/186/V/2020/NCB.Div.HI tertanggal 5 Mei 2020, Brigjen Pol Nugroho mengeluarkan surat penyampaian penghapusan Interpol Red Notice Djoko Tjandra kepada Direktorat Jenderal Imigrasi.
"Tragisnya, salah satu dasar pencabutan red notice itu adalah adanya surat Anna Boentaran tanggal 16 April 2020 kepada NCB Interpol Indonesia yang meminta pencabutan red notice atas nama Djoko Tjandra. Surat itu dikirim Anna Boentaran 12 hari setelah Brigjen Pol Nugroho duduk sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia. Begitu mudahnya Brigjen Nugroho membuka red notice terhadap buronan kakap yang belasan tahun diburu Bangsa Indonesia itu," kata Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, Kamis, 16 Juli 2020.
Diketahui, Djoko Tjandra mendaftar PK atas kasusnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020. Sidang pertamanya dilangsungkan pada Senin, 29 Juni 2020. Namun, Djoko tidak hadir dalam sidang perdananya karena alasan sedang sakit.
Djoko merupakan terdakwa kasus pengalihan hak yang mengakibatkan terjadinya pergantian kreditur (cessie) Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung.
Kejaksaan pernah menahan Joko Tjandra pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000. Namun, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatannya bukan pidana melainkan perdata.
Kejaksaan mengajukan PK terhadap kasus Djoko ke Mahkamah Agung pada Oktober 2008. Majelis hakim memvonis Djoko Tjandra dua tahun penjara dan harus membayar Rp15 juta. Uang milik Joko di Bank Bali Rp546,166 miliar pun dirampas negara.
Dia juga sempat dikabarkan berada di Papua Nugini pada 2009. Lalu dalam beberapa waktu lalu, dikabarkan sudah di Indonesia hampir tiga bulan lamanya. (ren)