Buntut Surat Jalan Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo Terancam Pidana
- VIVA/Foe Peace
VIVA – Bukan hanya dicopot dari jabatannya, Brigadir Jenderal Polisi Prasetijo Utomo nampaknya juga akan diproses pidana buntut menerbitkan surat jalan untuk buronan kasus cessie (pemindahan hak piutang) Bank Bali, Djoko Tjandra.
"Saya tegaskan di Kepolisian ada tiga jenis penanganan, disiplin, kode etik dan pidana. Terkait dengan seluruh rangkaian kasus, akan kita tindak lanjuti dengan proses pidana. Jadi itu untuk menjawab rekan-rekan," kata Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo di Baresrkim Polri, Kamis 16 Juli 2020.
Untuk itu, lanjut Listyo, pihaknya membentuk tim khusus yang terdiri dari Dittipidum, Dittipikor, Ditsiber yang didampingi Propam untuk memproses tindak pidana yang ada. Mulai dari pemalsuan surat, penggunaan surat, penyalahgunaan wewenang, termasuk juga di dalamnya apabila ada aliran dana baik yang terjadi di institusi Polri, maupun yang terjadi di tempat lain. Maka dari itu, apabila ditemui dalam penelusuran nanti, pihak-pihak yang terlibat masalah tersebut juga akan diseret.
"Jadi, itu adalah kegiatan yang akan kita lakukan. Saat ini tim sudah kita bentuk, kita bekerja secara pararel. Propam saat ini sedang melanjutkan pemeriksaannya dan kemudian hasil dari Propam akan kita tindak lanjuti. Itu adalah bagian dari komitmen kami bahwa kami akan melaksanakan penyidikan secara tuntas, tegas, sesuai komitmen kami untuk menjaga marwah institusi Polri," katanya lagi.
Sebelumnya diberitakan, buntut menerbitkan surat jalan untuk Djoko Tjandra, seorang jenderal polisi dicopot dari jabatannya. Dia adalah Brigadir Jenderal Polisi Prasetyo Utomo. Prasetyo dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
Dalam surat telegram yang dikeluarkan Polri, Prasetyo menjadi pati Yanma Polri dalam rangka pemeriksaan. Prasetyo pun ditahan selama 14 hari lamanya per Rabu 15 Juli 2020 di sel khusus di Propam Polri. Penahanan dilakukan karena Propam hendak mengusut lebih jauh adanya keterlibatan oknum polisi lain selain Prasetyo.
Untuk diketahui, Indonesia Police Watch (IPW) melempar tudingan terkait dugaan penerbitan surat jalan terhadap buronan Djoko Tjandra. Ketua Presidium IPW, Neta S Pane menyebut berdasar data pihaknya diketahui surat jalan untuk Djoko Tjandra dikeluarkan Bareskrim Polri melalui Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS, dengan Nomor: SJ/82/VI/2020/Rokorwas, tertanggal 18 Juni 2020.
Neta menyebutkan, surat itu ditandatangani Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Pol Prasetyo Utomo. Menurut Neta, Biro Karokorwas PPNS Bareskrim Polri tak memiliki urgensi mengeluarkan surat jalan bagi seorang pengusaha dengan label yang disebut Bareskrim Polri sebagai konsultan.
Maka itu, Neta mendesak Komisi III DPR RI membentuk panitia khusus atau pansus guna mengusut dugaan adanya persengkongkolan melindungi Djoko Tjandra. Neta juga mendesak Brigjen Pol Prasetyo segera dicopot dari jabatannya.
"Dalam surat jalan tersebut Djoko Chandra disebutkan berangkat ke Pontianak Kalimantan Barat pada 19 Juni, dan kembali pada 22 Juni 2020. Lalu siapa yang memerintahkan Brigjen Prasetyo Utomo untuk memberikan surat jalan itu. Apakah ada sebuah persekongkolan jahat untuk melindungi Djoko Chandra," ujar Neta.
Diketahui, Djoko Tjandra mendaftar PK atas kasusnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020. Sidang pertamanya dilangsungkan pada Senin, 29 Juni 2020. Namun, Djoko tidak hadir dalam sidang perdananya karena alasan sedang sakit.
DJoko merupakan terdakwa kasus pengalihan hak yang mengakibatkan terjadinya pergantian kreditur (cessie) Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung.
Kejaksaan pernah menahan Joko Tjandra pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000. Namun, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatannya bukan pidana melainkan perdata.
Kejaksaan mengajukan PK terhadap kasus Djoko ke Mahkamah Agung pada Oktober 2008. Majelis hakim memvonis Djoko Tjandra dua tahun penjara, dan harus membayar Rp15 juta. Uang milik Joko di Bank Bali Rp546,166 miliar pun dirampas negara.
Dia juga sempat dikabarkan berada di Papua Nugini pada 2009. Lalu dalam beberapa waktu lalu, dikabarkan sudah di Indonesia hampir tiga bulan lamanya. (ren)