Bikin Surat Jalan Djoko Tjandra, Ini Profil Brigjen Prasetijo Utomo

Prasetijo Utomo saat masih berpangkat Kombes di Polda Sumatera Selatan
Sumber :
  • Ist

VIVA – Nama Brigjen Pol Prasetijo Utomo mendadak menjadi topik pembicaraan dalam pemberitaan. Hal ini lantaran dirinya dicopot dari jabatan kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri usai disebut mengeluarkan surat jalan buronan Djoko Tjandra ke Kalimantan Barat.

Nasdem Tolak Usulan Polri di Bawah TNI atau Kemendagri

Prasetijo dimutasi ke Pelayanan Markas (Yanma) Polri untuk proses pemeriksaan Divisi Propam Polri. Hal ini tertuang dalam Surat Telegram bernomor ST/1980/VII/KEP./2020 tertanggal 15 Juli 2020. Telegram tersebut ditandatangani langsung oleh AS SDM Kapolri, Irjen Pol Sutrisno Yudi Hermawan.

“Ya, dia terbukti melanggar aturan. Sudah ada TR dicopot ya," ujar Kadiv Humas Polri, Inspektur Jenderal Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono saat dihubungi, Rabu, 15 Juli 2020.

Tanggapi PDIP, Haidar Alwi Minta Pihak yang Kalah Pilkada Legowo

Baca juga: Terbitkan Surat Jalan Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo Utomo Ditahan 14 Hari

Selama menjalani proses pemeriksaan internal, Brigjen Prasetijo ditahan selama 14 hari di sel khusus mulai hari ini.

Irwasum Polri Dedi Prasetyo Resmi Berpangkat Komjen

Dihimpun dari berbagai sumber, Brigjen Prasetijo adalah alumni Akademi Kepolisian (Akpol) Tahun 1991. Pria yang lahir pada 16 Januari 1970 ini mengawali karier dengan berdinas sebagai polisi reserse.

Adapun beberapa jabatan yang pernah diduduki yakni kasat Reskrim Polres Garut dan Polres Bandar Lampung. Ia juga pernah menjabat Kapolsek Gambir dan Kapolres Mojokerto.

Prasetijo juga pernah menjabat direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Selatan.

Setelah melalang buana, Brigjen Prasetijo berdinas di Mabes Polri. Tercatat ia dua kali menduduki jabatan di Divisi Hubungan Internasional Polri yakni sebagai kabagkominter Set NCB Interpol Indonesia dan kabagkembangtas Biro Misi Internasional.

Terakhir, ia menjabat sebagai kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim sebelum tersandung kasus penerbitan surat jalan Djoko Tjandra.

Sebelumnya, Indonesia Police Watch (IPW) melempar tudingan terkait dugaan penerbitan surat jalan terhadap buronan Djoko Tjandra. Ketua Presidium IPW, Neta S Pane menyebut, berdasar data pihaknya diketahui surat jalan untuk Djoko Tjandra dikeluarkan Bareskrim Polri melalui Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS, dengan Nomor: SJ/82/VI/2020/Rokorwas, tertanggal 18 Juni 2020. 

Neta menyebutkan, surat itu ditandatangani Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Pol Prasetyo Utomo. Menurut Neta, Biro Karokorwas PPNS Bareskrim Polri tak memiliki urgensi mengeluarkan surat jalan bagi seorang pengusaha dengan label yang disebut Bareskrim Polri sebagai konsultan.

Maka itu, Neta mendesak Komisi III DPR RI membentuk panitia khusus atau pansus guna mengusut dugaan adanya persekongkolan melindungi Djoko Tjandra. Neta juga mendesak Brigjen Pol Prasetijo segera dicopot dari jabatannya.

"Dalam surat jalan tersebut Djoko Chandra disebutkan berangkat ke Pontianak Kalimantan Barat pada 19 Juni dan kembali pada 22 Juni 2020. Lalu, siapa yang memerintahkan Brigjen Prasetyo Utomo untuk memberikan surat jalan itu. Apakah ada sebuah persekongkolan jahat untuk melindungi Djoko Chandra," ujar Neta.

Djoko Tjandra mendaftarkan PK atas kasusnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020. Sidang pertamanya dilangsungkan pada Senin, 29 Juni 2020. Namun, Djoko tidak hadir dalam sidang perdananya karena alasan sedang sakit.

Dia merupakan terdakwa kasus pengalihan hak yang mengakibatkan terjadinya pergantian kreditur (cessie) Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung.

Kejaksaan pernah menahan Djoko Tjandra pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000. Namun, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatannya bukan pidana melainkan perdata.

Kejaksaan mengajukan PK terhadap kasus Djoko ke Mahkamah Agung pada Oktober 2008. Majelis hakim memvonis Djoko Tjandra dua tahun penjara dan harus membayar Rp15 juta. Uang milik Joko di Bank Bali Rp546,166 miliar pun dirampas negara.

Dia juga sempat dikabarkan berada di Papua Nugini pada 2009. Lalu, dalam beberapa waktu lalu, dikabarkan sudah di Indonesia hampir tiga bulan lamanya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya