MUI Minta RUU HIP Dicabut dari Prolegnas
- ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
VIVA – Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan, keyakinan tentang Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sudah final. Karena itu, MUI meminta agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dicabut dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
"Maka kami memantapkan hati untuk mengawal Pancasila dari setiap upaya untuk mengubahnya atau menafsirkan sepihak," ujar Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin di Jakarta, Rabu, 15 Juli 2020.
Baca juga: Pemerintah Minta DPR Setop Bicara RUU HIP
Menurut Din, upaya mengotak-atik Pancasila sebagaimana kesepakatan pada 18 Agustus 1945 adalah kontra produktif dan potensial menciptakan pertentangan dalam kehidupan bangsa.
Bersamaan dengan itu, ia meminta kepada DPR dan pemerintah agar tidak membentuk peraturan dan perundangan yang tidak membawa kemaslahatan masyarakat dan hanya menguntungkan segelintir pengusaha saja, seperti RUU Omnibus Law dan UU Minerba.
Din juga meminta pemerintah khususnya Kemenag dan Kemendikbud untuk tidak mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan tujuan dan prinsip pendidikan, terutama yang menekankan keimanan dan ketakwaan dan akhlak mulia. "Maka kurikulum pendidikan agama tetap diberikan kepada peserta didik sesuai dengan agamanya oleh pendidik sesuai agama masing-masing," katanya.
Kemudian, Din menyoroti masalah pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran dalam masa pandemi COVID-19. Ia meminta pemerintah memberi perhatian sungguh-sungguh untuk menyelamatkan pendidikan nasional terutama di daerah terluar, terpencil atau kawasan pedesaan. "Untuk itu infrastruktur pendidikan nasional seperti telekomunikasi, jaringan internet, dan lain sebagainya penting segera dibangun," katanya.
Tak hanya itu. Din melanjutkan, sehubungan dengan dimunculkannya isu radikalisme kepada umat Islam, ia meminta kepada semua pihak untuk tidak melakukan stigmatisasi dengan mengangkat isu radikalisme yang ditujukan kepada umat Islam. Sebab, hal itu kontra produktif bagi kehidupan nasional.
Lebih lanjut, ia mendorong pemerintah untuk lebih maksimal menanggulangi COVID-19 dengan memberikan alokasi anggaran yang cukup terutama bidang kesehatan dan pendidikan, usaha mikro kecil menengah (UMKM), bukan untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun korporasi.