New Normal di Indonesia: Penularan Naik, Tes Corona Jadi Ladang Bisnis
- abc
Supplied: Lapor COVID-19/ Graphic by IG @pandemictalks
"Anggap saja angka itu kontribusi kesalahpahaman masyarakat," kata Pandu kepada Hellena Souisa dari ABC.
"Akhirnya, mispersepsi itu berpengaruh terhadap perilaku, maka tidak heran kalau angka kasus kita naik," tambahnya.
Pada 9 Juli lalu, kasus harian di Indonesia melonjak ke angka 2.657 kasus, sebanyak 1.262 di antaranya disumbangkan klaster Pusat Pendidikan Sekolah Calon Perwira TNI Angkatan Darat di Bandung, Jawa Barat.
Presiden Jokowi menyatakan angka tersebut adalah sinyal merah bagi pemerintah daerah yang akan menerapkan "new normal" atau kelaziman baru bertujuan mengakselarasi ekonomi di tengah pandemi.
Pemerintah kemudian mengganti istilah "new normal" dengan "adaptasi kebiasaan baru" setelah mengakui istilah tersebut salah sehingga masyarakat tidak memahami prakondisi yang harus dijalankan.
Namun, Pandu mengatakan mispersepsi yang sudah telanjur terjadi tidak bisa diubah dalam waktu singkat, apalagi istilah yang menggantikannya juga tidak lebih jelas.
Inovasi Anak Bangsa di Tengah Pandemi COVID Inovasi anak bangsa di tengah pandemi COVID-19
Dugaan tes corona jadi ladang bisnis
Kesalahpahaman pengertian "new normal" tidak hanya membuat kasus COVID-19 melonjak, tapi juga membuahkan masalah "rapid test" di Indonesia.
Dengan berlakunya "new normal" warga diperbolehkan melakukan perjalanan jarak jauh, namun harus melakukan pemeriksaan COVID-19 dan menunjukkan hasil negatif.
Mahalnya harga tes PCR mandiri, sekitar Rp2.000.000, membuat Menteri Perhubungan memasukkan syarat alternatif yakni "rapid test" agar pendapatan ekonomi dari sektor transportasi maksimal.