DPR Kritik Kejanggalan atas Anggaran Perjalanan Dinas Kemendes

Menteri Desa dan PDTT, Abdul Halim Iskandar.
Sumber :
  • Dok. Kemendes PDTT

VIVA – Komisi V DPR RI menggelar rapat kerja dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi pada Rabu 15 Juli 2020. Agenda rapat tersebut adalah membahas tindak lanjut hasil pemeriksaan semester (Hapsem) BPK Semester I dan II Tahun 2019.

Kubu Tom Lembong Sebut Temuan BPK Belum Ada Kerugian Negara di Kasus Impor Gula

Dalam rapat tersebut, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar memaparkan hasil temuan BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS I)-2019. Salah satu temuannya adalah melanggar kepatuhan terhadap perundang-undangan dalam penggunaan anggaran senilai Rp17.924.097.329.

Dalam jumlah tersebut, salah satunya adalah adanya temuan terkait realisasi perjalanan dinas yang tidak tertib senilai Rp8.165.089.514. Dari jumlah temuan itu, baru 48,91 persen yang sudah ditindaklanjuti atau senilai Rp3.993.494.437.

Saksi Sebut Kerja Sama PT Timah dan Smelter Swasta Sesuai Rekomendasi BPK

"Temuan terkait realisasi perjalanan dinas tidak tertib 1 temuan. Jumlah temuannya Rp 8 miliar dan sudah ditindaklanjuti sebesar Rp 3 miliar," kata Abdul di Gedung DPR, Rabu 15 Juli 2020.

Hal ini, menjadi sorotan dari Anggota DPR RI, Herson Mayulu. Menurut Herson ini tentu sangat mengherankan mengapa Kementerian masih terjadi kesalahan dalam mengelola perjalanan dinas.

Bertekad Pertahankan WTP, Kemnaker Perkuat Integritas Pegawai

Baca juga: Corona Bikin MacKenzie Bezos Jadi Wanita Terkaya di AS

"Kenapa terjadi kesalahan dalam biaya perjalanan dinas, ini perhatian sekretaris Dirjen. BPK sudah memberikan petunjuk. Transportasi nya bagaimana, uang hariannya bagaimana, tiket pesawatnya bagaimana mengapa masih terjadi kesalahan," kata Herson.

Dia menilai kesalahan ini adalah karena kelalaian dari para pejabat terkait mengelola anggaran perjalanan dinas. Atau, Herson menduga adanya surat perintah perjalanan dinas titipan yang membuat pencatatan menjadi tidak optimal.

"Ini yang memungkinkan terjadi kelalaian ini adalah manakala ada SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas) titipan, artinya tidak turun tapi titip ini yang buat kekeliruan dalam mencatat," ujarnya. (ren)

Sidang kasus korupsi timah

Kasus Korupsi Timah, Pengacara Tamron Kritik Peran BPKP dalam Audit dan Tentukan Kerugian Negara

Pengacara Tamron menyebut yang berhak menentukan adanya kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bukan pihak lain.

img_title
VIVA.co.id
11 November 2024