Strategi Polri Cegah Kasus Hate Speech yang Masih Terjadi di Medsos
- VIVA/Muhamad Solihin
VIVA – Kasus hate speech atau ujaran kebencian, pencemaran nama baik dan fitnah terutama di sosial media masih saja terjadi. Untuk itu, Polri minta para korban kasus ini bisa membuat laporan.
Hingga saat ini, Polri masih terus memantau aktivitas di media sosial dan segera menindak pelaku yang mengunggah ujaran kebencian atau hate speech, pencemaran nama baik dan fitnah, baik itu ditujukan kepada institusi maupun perseorangan, tanpa terkecuali.
"Dalam hal ini memang berkaitan dengan konten medsos bernada mengarah ke hate speech adalah sesuatu yang berpotensi pelanggaran hukum," ucap Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono di Mabes Polri, dikutip Selasa 14 Juli 2020.
Dia mengatakan, sebagai contoh tindakan menyebarluaskan informasi yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik merupakan tindakan yang dapat dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
Dengan demikian, pelanggaran atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.
Argo menambahkan tim cyber intens melakukan cyber patrol memonitor konten yang bernuansa ujaran kebencian. Polri mengapresiasi netizen yang tidak menyebarkan informasi yang bernuansa ujaran kebencian.
Dirinya minta masyarakat untuk menggunakan platform sosial media secara bijak, dan tidak disalahgunakan untuk kepentingan tertentu yang merugikan pihak lain. Hal itu termasuk dalam penyampaian pendapat, informasi maupun kekecewaan serta keluhan kepada pihak lain, yang harus tetap menjaga norma kepantasan dan kesopanan.
Selain melakukan patroli cyber, Polri juga mengimbau masyarakat untuk melapor apabila menemukan konten bernuansa SARA dan ujaran kebencian tersebut.
"Kami tidak ingin masyarakat menjadi subyek pelanggar hukum dalam konteks ITE. Mengajukan pendapat, keluhan dan lainnya silahkan saja. Tapi jika hal itu, mengandung ujaran kebencian, fitnah dan pencemaran nama baik, hal itu berpotensi melanggar hukum. Karena belum tentu ditemukan petugas karena banyaknya konten di dunia maya," katanya.