PWI Kecam Pihak yang Melecehkan Kredibilitas Wartawan dan Pers

Wartawan senior Ilham Bintang
Sumber :
  • Facebook Ilham Bintang

VIVA – Persatuan Wartawan Indonesia mengingatkan pihak-pihak tertentu agar menghentikan penyebaran insinuasi dan fitnah yang bertujuan merusak kredibilitas wartawan dan media pers cetak, online, maupun elektronik, lebih-lebih yang tengah melaksanakan fungsi kontrol terhadap pemerintah.

Organisasi Pers Sebut Sebagian Besar Jurnalis Dibunuh secara Sengaja oleh Israel di Gaza

Peringatan Ketua Dewan Kehormatan PWI Ilham Bintang itu disampaikan, Senin, 13 Juli 2020, menanggapi beredarnya daftar nama pemimpin redaksi yang memenuhi undangan perjalanan ke luar negeri Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti beberapa waktu lalu.

Ilham menganggap, ada pihak yang tidak bertanggung jawab membingkai daftar undangan perjalanan sedemikian rupa, seakan tiket maupun hotel selama perjalanan yang ditanggung oleh pemerintah dianggap sebaga suap.

Terungkap! Ini Alasan Harga Lobster Mahal di Indonesia, Pantes Jadi Makanan Mewah

"Asumsi itu jahat sekali. Itu pelecehan kemampuan profesional dan integritas wartawan dan kredibilitas media pers," kata Ilham, dalam keterangan tertulisnya. Padahal, katanya, “undangan seperti itu biasa saja, lazim diterima wartawan sejak pemerintahan mana pun: dari Bung Karno, Pak Harto, sampai era Jokowi.”

Baca: Polemik Ekspor Benih Lobster, Edhy Prabowo Siap Diganti Jika Bersalah

Lobster Ternyata Sangat Disarankan Buat Ibu Hamil untuk Cegah Anemia dan Stunting, Tapi...

Pengundang, katanya, memang menyediakan fasilitas tiket dan hotel untuk wartawan. Fasilitas itu tidak lantas diartikan dapat mengkooptasi wartawan. Wartawan juga tahu undangan kementerian bukan biaya pribadi menteri tapi biaya negara dari uang rakyat, dan karenanya, wartawan tentu hanya mempertimbangkan kepentingan negara dan rakyat.

"Data yang berasal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan itu insinuatif seolah-olah menggambarkan pemberian suap padahal itu adalah dana perjalanan jurnalistik bersama Menteri KKP Susi Pudjiastuti,” kata Ilham seusai memimpin rapat DK PWI yang digelar secara online.

Rapat itu diikuti Sekretaris DK PWI Sasongko Tedjo dan anggota Rossiana Silalahi, Rajapane dan Nasihin Masha, khusus membahas kasus yang belakangan ramai dibicarakan di media, termasuk media sosial. Anggota DK PWI Karni Ilyas berhalangan hadir, namun menyetujui dan mendukung apa pun keputusan rapat.

Kritis dan independen

DK PWI, kata Ilham, merasa berkepentingan menyoroti kasus itu karena salah satu anggotanya, yakni Pemred Kompas TV, Rossiana Silalahi, tertera dalam daftar. Rosianna mendapat kesempatan pertama berbicara. Sekaligus untuk mengklarifikasi insinuasi yang mengaitkan namanya. Sebelum itu, secara terpisah DK PWI juga telah meminta keterangan beberapa pemimpin redaksi yang namanya turut menjadi korban fitnah dan insinuasi.

Rossi mengakui beberapa kali mengikuti perjalanan Menteri Susi ke luar negeri dan anggaran yang tertera itu memang dipakai oleh pihak pengundang untuk membayar akomodasi hotel dan transportasi pesawat selama perjalanan.

DK PWI Pusat berpendapat kegiatan perjalanan jurnalistik seperti itu lazim dilakukan sejak dulu kala. Yang penting, media tetap kritis dan menjaga independensinya dalam menulis berita, laporan maupun ulasan.

PWI menduga ada pihak pihak tertentu yang merasa dirugikan atas tulisan laporan majalah Tempo yang menyoroti ekspor benih lobster belakangan ini. Mereka kemudian berusaha memojokkan wartawan dan pemimpin redaksi dengan data insinuatif.

Setelah akhir pertemuan, Dewan Kehormatan menyatakan tiga hal pokok. Pertama, tidak ada pelanggaran kode etik jurnalistik dan kode perilaku wartawan dalam kegiatan kunjungan jurnalistik wartawan bersaman Menteri KKP Susi Pudjiastuti ke luar negeri. Kedua, mendesak KKP segera memberikan penjelasan dan klarifikasi mengenai beredarnya daftar itu agar masyarakat mengetahui secara transparan kegiatan jurnalistik yang dilakukan. Ketiga, meminta media dan pers agar terus mengkritik setiap kebijakan yang dinilai merugikan, menyimpang dan kemungkinan hanya menguntungkan pihak pihak tertentu.

"Jangan sampai ribut-ribut soal insinuasi daftar pemred malah mengalihkan perhatian dari masalah yang sesungguhnya terkait kebijakan Kementerian KKP,” katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya