Waspadai Luncuran Awan Panas, Deformasi Merapi Mirip Erupsi 2006
- Twitter/@OysteinLAnderse
VIVA – Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta menemukan terjadinya deformasi di Gunung Merapi. Temuan deformasi ini dilaporkan mulai terjadi usai Gunung Merapi erupsi pada 21 Juni 2020 yang lalu.
Kepala BPPTKG Yogyakarta Hanik Humaida menerangkan dari temuan deformasi ini, pihaknya menganalisa bahwa seandainya terjadi erupsi Gunung Merapi maka karakternya akan sama dengan erupsi pada 2006 yang lalu.
"Perilaku deformasi saat ini lebih mengikuti perilaku deformasi menjelang erupsi 2006, sehingga perilaku erupsi nantinya diperkirakan akan mengikuti perilaku erupsi 2006," ujar Hanik dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu 11 Juli 2020.
Hanik menyebut BPPTKG terus melakukan pemantauan terhadap kondisi Gunung Merapi. Pemantauan ini dilakukan dengan berbagai peralatan dan metode. Ia menyebut untuk mengukur deformasi, Hanik merinci jika BPPTKG menggunakan Electronics Distance Measurements (EDM).
"Prinsip kerja metode ini adalah alat akan memancarkan sinar inframerah ke reflektor yang dipasang di tubuh gunung api, lalu reflektor akan memantulkan kembali sinar tersebut ke alat. Jarak antara alat dan reflektor di tubuh gunung diukur setiap hari, sehingga jika ada penggembungan (inflasi) dapat terdeteksi," kata Hanik.
Hanik menerangkan dari pantauan diketahui bahwa saat ini deformasi Gunung Merapi memiliki laju 0,5 cm per hari. Kondisi deformasi, kata Hanik, dapat dipantau dari pos pemantauan Gunung Merapi di Babadan.
Hanik menilai deformasi saat ini jika dibandingkan dengan deformasi pada saat erupsi Gunung Merapi pada 2006 belum seberapa. Hanik menjabarkan saat erupsi 2006, deformasi Gunung Merapi diukur dari Pos Kaliurang per hari yaitu 4 cm per hari, sedangkan dari Pos Babadan per hari tercatat 0,7 cm per hari.
Hanik mengungkapkan pada 2010 saat erupsi Gunung Merapi, deformasi diukur dari Pos Kaliurang sebesar 10 cm per hari. Jika dihitung sebelum satu bulan sebelum erupsi, total laju deformasi 300 cm.
Berdasarkan data tersebut, Hanik menganalisa bahwa potensi bahaya erupsi Gunung Merapi saat ini berupa luncuran awan panas. Jarak bahaya masih dalam radius 3 kilometer dari puncak Merapi.
Hanik merinci saat ini belum ada kenaikan Gunung Merapi. Hanik menyebut status Merapi saat ini masih waspada (level II). Status waspada ini sudah ditetapkan sejak 21 Mei 2018 yang lalu.
"Kami sampaikan bahwa potensi ancaman bahaya saat ini berupa luncuran awan panas dari runtuhnya kubah lava dan lontaran material akibat erupsi eksplosif. Rekomendasi jarak bahaya dalam radius 3 kilometer dari puncak Merapi," tutup Hanik.