Wawan Sebut Sudah jadi Pengusaha Sebelum Atut Menjabat Gubernur
- ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
VIVA – Bos PT Balipacific Pragama, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan mengaku dirinya sudah sangat lama menjadi pengusaha. Bahkan jauh sebelum kakaknya, Ratu Atut Chosiyah menjadi Gubernur Banten.
Suami Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diani itu mengaku, sudah mengerjakan beberapa proyek di sejumlah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan kementerian sebelum Banten dimekarkan dari Jawa Barat.
Baca juga: Wawan Suami Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Dituntut 6 Tahun Penjara
"Perusahaan saya, serta perusahaan lainnya yang ada di bawah kendali saya telah beroperasi sejak tahun 1995, dengan memperoleh pekerjaan dari Non SKPD Provinsi Banten dan sekitarnya dan kemudian pada tahun 2001, jauh sebelum kakak saya menjabat sebagai (Plt) Gubernur Provinsi Banten, saya sudah mengerjakan pekerjaan dari Dinas/Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi Banten," kata Wawan saat menyampaikan nota pembelaan atau pledoi dalam persidangan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis, 9 Juli 2020.
Wawan menuturkan, ia dibesarkan dari keluarga pengusaha dan menjalankan usaha jauh sebelum kakaknya diangkat jadi (Plt) Gubernur Provinsi Banten. Wawan juga memastikan bahwa penghasilan yang diperolehnya tidak hanya berasal dari proyek APBD Provinsi Banten.
"Namun juga memperoleh proyek-proyek yang bersumber dari Non-APBD Provinsi Banten yaitu dari Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Lampung serta Pemerintah Pusat (APBN), instansi vertikal, BUMN dan perusahaan swasta," kata Wawan.
Wawan pada perkaranya didakwa korupsi terkait pengadaan alat kedokteran rumah sakit rujukan Provinsi Banten, pada APBD dan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2012. Wawan dituduh telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp50.083.473.826 dan memperkaya orang lain.
Menurut Wawan, jaksa penuntut umum KPK mencoba memperlihatkan seakan-akan dia baru memulai usaha pada tahun 2005, atau saat kakaknya menjabat sebagai (Plt) Gubernur Provinsi Banten pada 10 Oktober 2005.
Jaksa, menurut Wawan, juga berasumsi hartanya diperoleh hanya dari proyek-proyek APBD Provinsi Banten saja, sejak kakak kandungnya menjabat (Plt) Gubernur Provinsi Banten.
Padahal, sambung Wawan, dirinya sudah mulai berkiprah menekuni usaha mewarisi usaha sang ayah Chasan Sochib. Dari situ, Wawan fokus menjalani bisnis dan akhirnya mendirikan PT. Buana Wardana Utama pada tahun 1993, PT. BaliPacific Pragama pada tahun 1995, hingga PT. Putra Perdana Jaya diakuisisi pada tahun 1999.
"Belajar dari pengalaman orangtua dalam melakukan beberapa usaha yang dikelola, saya juga berkonsentrasi pada industri yang sama yaitu jasa konstruksi dan perdagangan," kata Wawan.
Wawan mengungkapkan, dirinya mendapat modal dari sang ayah saat awal kali meniti karir menjadi pengusaha. Modal yang diberikan berupa uang senilai Rp3 miliar dan sejumlah tanah.
"Kemudian seluruhnya telah diakumulasikan menjadi modal dan masuk dalam aset pengembangan usaha yang saya jalani, keuntungan-keuntungan yang berkelanjutan, biaya pengembangan/ekspansi usaha-usaha, yang akhirnya juga menjadi cikal bakal berdirinya PT. Bali Pacific Pragama (BPP) dan Perusahaan lainnya,” ujarnya.
“Melalui perusahaan-perusahaan tersebut di atas, saya memperoleh pekerjaan-pekerjaan dengan skala menengah dan besar melalui pelelangan-pelelangan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah, swasta, dan BUMN baik yang berada di wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera, Jawa Tengah, dan Banten," ujar Wawan.
Oleh karena itu, Wawan dengan tegas menampik tudingan jaksa KPK. Menurut Wawan, dakwaan dan tuntutan tim jaksa jelas-jelas mengabaikan peristiwa hukum dan fakta hukum dan keterangan saksi-saksi serta para ahli.
"Padahal sebenarnya tidak demikian sebagaimana ahli TPPU (tindak pidana pencucian uang) menyampaikan ada hubungan kausal antara tindak pidana korupsi yang merugikan negara sebagai predicate crime dan TPPU sebagai ilirnya. Jadi tindak pidana TPPU tidaklah berdiri sendiri namun merupakan kelanjutan dari pidana tipikor yang terdapat kerugian negara," kata Wawan.
Seharusnya, lanjut Wawan, jaksa KPK tidak sewenang-wenang melakukan pemblokiran rekening dan aset, tanpa mempedulikan apakah uang di rekening itu terkait korupsi atau tidak. Juga apakah aset tersebut adalah aset yang tidak terkait dengan korupsi atau tidak. Menurut dia, sebenarnya uang dan aset sangat mudah untuk ditelusuri.
"Fakta-fakta yang muncul di persidangan tidaklah demikian dan tuduhan JPU tidaklah benar. Selama persidangan justru JPU tidak dapat membuktikan keterkaitan aset yang saya miliki dengan pidana TPPU yang dituduhkan kepada saya,” ujarnya.
Wawan menambahkan, “Di sinilah saya merasa diperlakukan secara tidak adil karena semenjak sebelum tahun 2005 saya telah menjadi pengusaha dan karena usaha saya jalani dengan tekun dengan melakukan berbagai investasi pembelian beberapa aset dari hasil usaha dan jerih payah saya sendiri.”