Aset Maria Pauline Terdeteksi di Singapura, Belanda, Serbia, RI
- Istimewa
VIVA – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly memastikan mendata semua aset buronan kasus pembobolan kas BNI, Maria Pauline Lumowa, di luar negeri dan Indonesia.
Namun, sebelum itu, akan dilakukan asset recovery, yakni upaya menempuh dengan jalur hukum untuk melakukan intelligence stamp, freeze the asset, memblokir akun/rekening, dan lainnya.
"Proses hukum yang dilakukan negara melalui Bareskrim Polri akan mendata semua aset tersangka, yang menggunakan uang tersebut untuk kepentingan dirinya sendiri," katanya dalam konferensi pers Gedung VIP, Terminal 3, Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis, 9 Juli 2020.
Setelahnya akan terlihat aset milik tersangka berada di mana saja, seperti di Singapura, Belanda, Serbia, hingga Indonesia. "Semua akan terlacak," katanya.
Menjadi warga Belanda
Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif. Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Baca: Pemerintah Nyaris Kehilangan Lagi Buronan Maria Pauline
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Pada Juni 2003, BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai menyelidiki dan mendapati perusahaan itu tak pernah mengekspor. Dugaan LC fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka. Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, pada 27 Juli 1958 itu belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.
Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan ekstradisi kepada pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014, karena Maria Pauline Lumowa ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979. Namun, kedua permintaan itu ditolak oleh Belanda yang justru memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda.
Upaya penegakan hukum memasuki babak baru saat Maria Pauline Lumowa ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019. (ase)