Yasonna: Pengacara Maria Pauline Lumowa Sempat Coba Menyuap
- ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
VIVA - Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, mengungkapkan proses penjemputan buronan Maria Pauline Lumowa, dari Serbia melalui beberapa tahap hukum yang cukup panjang. Bahkan ada sejumlah hambatan yang terjadi.
"Seperti Eropa yang melakukan diplomasi dengan pemerintah Serbia agar Maria tidak diekstradisi ke Indonesia," kata Yasonna di Gedung VIP, Terminal 3, Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Kamis, 9 Juli 2020.
Baca juga: Awal Mula Maria Pauline Lumowa Terlibat Pembobolan Bank BNI
Lalu, kata Yasonna, ada juga upaya dari pengacara Maria. Bahkan, sampai yang berbau suap.
"Salah satu pengacara beliau yang mencoba upaya hukum juga semacam melakukan suap, tapi Pemerintah Serbia tetap komitmen dan puncaknya pertemuan kita dengan Presiden Serbia, hingga kita bisa membawa Maria ke Indonesia," katanya lagi.
Yasonna juga menyebutkan penjemputan buronan pembobol BNI ini melalui proses yang panjang. Itu mengingat Indonesia belum punya perjanjian ekstradisi dengan Pemerintah Serbia.
"Prosesnya cukup panjang, dan kita ikuti itu, terlebih kita belum punya perjanjian dengan Pemerintah Serbia, tapi dengan pendekatan dan koordinasi yang baik, akhirnya kita berhasil membawa yang bersangkutan ke Indonesia," ujarnya.
Yasonna juga mengungkap pernah ditolak pemerintah Belanda saat meminta Maria diekstradisi ke Indonesia.
"Jadi, Maria ini pernah melarikan diri ke Singapura lalu ke Belanda, saat di Belanda kita minta proses ekstradisi, tapi ditolak karena belum ada perjanjian. Hingga akhirnya, kita ketahui kalau yang bersangkutan ditangkap di Serbia," katanya.
Maria merupakan buronan kasus pembobolan kas BNI cabang Kebayoran Baru pada 2003 dengan nilai Rp1,7 triliun lewat Letter of Credit (L/C) fiktif. Maria berhasil dibawa ke tanah air melalui proses ekstradisi.