Menkumham Bawa Pulang Buronan Pembobol BNI Rp1,7 Triliun Maria Lumowa

Maria Pauline Lumowa saat dibawa pulang dari Serbia ke Indonesia
Sumber :
  • Ist

VIVA – Kunjungan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly bersama delegasi Indonesia ke Serbia sejak Sabtu lalu membawa kabar baik. Yasonna beserta delegasi berhasil menyelesaikan proses ekstradisi buronan Maria Pauline Lumowa.

Tampang Ahan, Buronan Judi Online W88 Jaringan Filipina yang Perputaran Duitnya Rp1 Triliun

Pembobol Bank BNI senilai Rp1,7 triliun tersebut diketahui buron sejak 2003. Delegasi Indonesia pimpinan Yasonna Laoly dijadwalkan tiba di Tanah Air bersama Maria Pauline Lumowa pada Kamis pagi, 9 Juli 2020.

"Dengan gembira saya menyampaikan bahwa kami telah secara resmi menyelesaikan proses handing over atau penyerahan buronan atas nama Maria Pauline Lumowa dari pemerintah Serbia," kata Yasonna dalam keterangan pers diterima VIVA, Rabu malam, 8 Juli 2020.

Polisi Tangkap 2 Buronan Tersangka Judi Online di Komdigi

Baca Juga: Jadi DPO, Paspor Djoko Tjandra Ditarik Imigrasi

Yasonna menjelaskan, keberhasilan menuntaskan proses ekstradisi ini tak lepas dari diplomasi hukum dan hubungan baik kedua negara. Selain itu, proses ekstradisi ini juga merupakan wujud komitmen pemerintah dalam upaya penegakan hukum yang berjalan panjang.

Rapat Bareng Menkum, Yasonna Singgung soal Titipan RUU dari Pemerintah kepada DPR

Yasonna mengatakan pemulangan ini sempat mendapat kendala. Namun, Pemerintah Serbia tegas pada komitmennya untuk mengekstradisi Maria Pauline Lumowa ke Indonesia.

"Indonesia dan Serbia memang belum saling terikat perjanjian ekstradisi, namun lewat pendekatan tingkat tinggi dengan para petinggi Pemerintah Serbia dan mengingat hubungan sangat baik antara kedua negara, permintaan ekstradisi Maria Pauline Lumowa dikabulkan," jelas Yasonna.

Kendala lainnya yaitu upaya Maria yang mau lepas dari jeratan proses ekstradisi. Selain itu, ternyata ada salah satu negara Eropa yang berupaya mencegah ekstradisi terwujud.

Komitmen Serbia juga digarisbawahi Presiden Aleksandar Vucic saat bertemu dengan Yasonna. Menurutnya, proses ekstradisi ini salah satu dari sedikit proses ekstradisi di dunia yang mendapat perhatian langsung dari kepala negara.

"Di sisi lain, saya juga sampaikan terima kasih dan apresiasi tinggi kepada Duta Besar Indonesia untuk Serbia, Bapak M. Chandra W. Yudha, yang telah bekerja keras untuk mengatur dan memuluskan proses ekstradisi ini," lanjut politikus PDIP itu.

Dalam kesempatan ini, Yasonna menuturkan ekstradisi Maria Pauline Lumowa tak lepas pula dari asas resiprositas atau timbal balik. Pun, Indonesia sempat mengabulkan permintaan Serbia untuk mengekstradisi pelaku pencurian data nasabah Nikolo Iliev pada 2015.

Untuk diketahui, Maria Pauline merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif. Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.

Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.

Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor. 

Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri. Namun, Maria Pauline sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri. 

Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, pada 27 Juli 1958 tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.

Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014. Sebab, Maria ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979. 

Namun, kedua permintaan itu ditolak oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang justru memberikan opsi agar Maria disidangkan di negara tersebut.

Upaya penegakan hukum memasuki babak baru saat Maria Pauline Lumowa ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019.

"Penangkapan itu dilakukan berdasarkan red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003. Pemerintah bereaksi cepat dengan menerbitkan surat permintaan penahanan sementara yang kemudian ditindaklanjuti dengan permintaan ekstradisi melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham," jelas Yasonna.

Selain itu, keseriusan pemerintah juga ditunjukkan dengan permintaan percepatan proses ekstradisi terhadap Maria. Di sisi lain, Pemerintah Serbia juga mendukung penuh permintaan Indonesia berkat hubungan baik yang selama ini dijalin kedua negara.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya