Lurah Grogol Selatan Ungkap Djoko Tjandra Buat E-KTP Dikawal 3 Orang
- Istimewa
VIVA – Asep Subhan selaku Lurah Grogol Selatan mengungkapkan ketika awal bulan lalu, tepat 8 Juni 2020, Djoko Tjandra mendatangi kantor Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Djoko beserta tiga orang pendampingnya datang ke kantor kelurahan adalah untuk membuat KTP elektronik atau e-KTP, ia mendapatkan nomor antrean pertama di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) sekitar pukul 08.00 WIB.
Kedatangan Djoko Tjandra didampingi kuasa hukumnya Anita Kolopaking, sopir, dan seorang lainnya yang diduga pengawal pribadi.
"Persyaratan utama (membuat e-KTP) yang bersangkutan harus hadir karena ini memerlukan perekaman wajah dan perekaman sidik jari," kata Asep saat dikonfirmasi Selasa, 7 Juli 2020.
Tak lama setelah Djoko Tjandra tiba di kantor kelurahan, Asep langsung mengarahkannya ke ruang tunggu PTSP. ketika itu Djoko Tjandra datang mengenakan setelan jas.
Raut wajah Djoko Tjandra tidak menunjukkan kepanikan meski ia berstatus buronan kelas kakap dalam kasus korupsi Bank Bali. "Saya melihat dia sebagai warga biasa, tidak ada rasa takut. Seperti warga biasa saja," tutur Asep.
Saat ini, Djoko Tjandra dikabarkan tengah menjalani perawatan di salah satu rumah sakit di Kuala Lumpur, Malaysia. Namun, ketika datang ke Kelurahan Grogol Selatan, Djoko Tjandra tampak sehat.
"Jadi dia jalan dari pintu masuk kelurahan ke PTSP jalan sendiri, tidak pakai tongkat, tidak dipapah, sehat-sehat saja," kata Asep.
Ia menjelaskan, proses pembuatan e-KTP Djoko Tjandra tak berlangsung lama. Asep menyebut prosesnya kurang dari satu jam. Sebab, pada sistem Kependudukan dan Catatan Sipil, Djoko Tjandra masih tercatat sebagai warga Grogol Selatan.
"Kita tidak mencetak KTP atas nama Djoko Tjandra, tapi kita menerbitkan e-KTP yang namanya memang sudah ada di sistem Kependudukan dan Catatan Sipil," jelas dia.
Asep mengaku tidak melakukan perbincangan apa pun dengan Djoko Tjandra. Ia hanya sesekali mengobrol dengan kuasa hukum Djoko Tjandra, Anita Kolopaking.
"Karena saya menganggapnya ya seperti warga pada umumnya. Tidak ada istilahnya mengistimewakan atau apa," ujar Asep.