Pengacara: KPK Punya Sadapan Aliran Uang ke Pejabat Kejagung dan BPK

Sidang lanjutan kasus dugaan suap dana hibah Kemenpora ke KONI
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

VIVA – Mantan Asisten pribadi eks Menteri Pemuda dan Olahraga, Miftahul Ulum sempat meminta maaf atas ucapannya yang menyebut adanya aliran uang ke mantan Jaksa Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Adi Toegarisman dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi.  

Dalam persidangan pada Jumat, 15 Mei 2020, Ulum sebelumnya menuding Adi Toegarisman kecipratan Rp 7 Miliar terkait penanganan kasus di Kejaksaan Agung dan Achsanul Qosasi kecipratan Rp3 Miliar terkait temuan BPK terhadap Kemenpora. Namun belakangan Ulum meminta maaf atas pernyataannya tersebut.

Dikonfirmasi hal itu, pengacara Ulum, Wa Ode Nur Zainab, menyebut permintaan maaf Ulum tersebut, bukan berarti perkataan sebelumnya tidak benar. Menurut Wa Ode, Ulum memang membeberkan fakta-fakta pemberian uang tersebut saat diperiksa di persidangan, hanya saja dia meminta maaf karena menyebutkan gamblang identitas personal. 

Karena itu, kata Wa Ode, penyampaian maaf oleh Ulum bukan berarti mencabut atau mengubah pernyataan di persidangan. Bahkan kepada majelis hakim materi itu merupakan bagian dari pengajuan JC kliennya. 

“Miftahul Ulum itu saya kan sebenarnya masih sebagai pengacaranya, tetapi tidak pernah menangani perkara di pengadilannya, waktu di penyidikan itu saya mendampingi beliau (Ulum), beberapa kali saya ketemu, beliau itu sebenarnya dengan gamblang sekali bercerita di persidangan bagaimana beliau tahu ada uang yang diberikan ke instansi penegak hukum ’sebelah’, bahkan disebutkan orang-orangnya siapa, yang mengantarkan uangnya siapa, itu disebutkan,” kata Wa Ode di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, 30 Juni 2020.

Wa Ode melanjutkan, Ulum juga menjelaskan ihwal waktu-waktu pemberian uang-uang itu. Bahkan, ungkap Wa Ode, Ulum sampai pernah diancam agar seakan-akan uang itu diterimanya sendiri, supaya opini yang berkembang justru ke Menpora Imam Nahrawi.

“Ada tapping (sadapan) pembicaraan soal uang itu sebenarnya. Tanya ke KPK, dan padahal ada buktinya, tapi itu tidak pernah didalami ,” kata Wa Ode.  

Karena itu, kata Wa Ode, Ulum dan Imam kecewa. Sudah disampaikan sejelas-jelasnya di persidangan, namun tidak ditindaklanjuti lebih dalam. Sehingga Ulum, lanjut Wa Ode, membuka masalah tersebut di persidangan.

Belum Ada Hasil Audit, Ahli Hukum: Penetapan Tersangka Tom Lembong Prematur

“Saksinya ada, yang mengatakan itu ada, ke pemeriksa keuangan itu ada. Kemarin itu mas Ulum kan minta maaf, itu minta maaf bukan berati tidak benar, tetapi minta maaf karena personal. Dia (Ulum) juga pernah diancam oleh Ending dan pengacaranya, 'kamu akui saja deh duit itu, karena kamu kan bukan pegawai negeri' jadi sejak awal ada skenario besar, uang-uang itu seolah-olah diterima Ulum, kalau Ulum ini asisten pribadi, berati kan diterima oleh menteri. Jadi skenarionya sudah dirancang sedemikian rupa sejak awal dan sesungguhnya itu bisa didalami KPK,” ujarnya.

Pun, Imam Nahrawi sangat kecewa mengenai itu. Menurut Wa Ode, Imam sempat mengajukan JC ke majelis hakim untuk membongkar dugaan aliran uang-uang tersebut. Hanya saja, terang Wa Ode, Imam tidak tahu kalau mengajukan JC berarti turut mengakui menerima.

Kasus Korupsi Timah, Saksi Ahli: Kerugian Negara Belum Jelas tapi Ekonomi Babel Sudah Hancur

“Ini yang Pak Imam betul-betul tidak terima, sampai-sampai beliau mengatakan saya siap jadi JC, karena dia ga tahu kalau JC itu harus terlibat. Fakta itu sudah ada, Ulum itu diancam seolah-olah dia terima uang ke (yang mengalir ke instansi penegak hukum) ‘sebelah’ itu,” imbuhnya.

Sidang kasus korupsi tata niaga timah di Pengadilan Tipikor Jakarta

Pakar Sebut Jaksa Ambil Kewenangan Penyidikan di Kasus Korupsi Tata Niaga Timah

Kasus timah dinilai lebih tepat masuk ranah administrasi yang menggunakan UU Minerba dan Lingkungan Hidup, daripada menggunakan UU Tipikor.

img_title
VIVA.co.id
25 November 2024