Hakim Tolak Permohonan Imam Nahrawi Jadi Justice Collaborator
VIVA – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak permohonan justice collaborator yang diajukan oleh mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi.
"Menjatuhkan hukuman tambahan kepada imam pencabutan hak untuk dipilih selama 4 tahun dihitung terdakwa menjalan pidana pokok. Menolak permohonan JC (justice collaborator) yang diajukan oleh terdakwa," kata ketua majelis hakim Rosmina membacakan amar putusan, Senin, 29 Juni 2020.
Pada perkara pokoknya, Imam dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp400 subsider tiga bulan kurungan.
Baca: Imam Nahrawi Sebut Taufik Hidayat Terima Rp7,8 Miliar
Imam juga dijatuhi hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp18,1 miliar. Imam diwajibkan bayar selambat-lambatnya sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
“Apabila dalam waktu tersebut tidak dibayar maka harta benda terpidana disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Dalam hal terpidana tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, terdakwa dipidana penjara selama dua tahun," kata Rosmina.
Selain itu, majelis hakim juga mencabut hak politik Imam Nahrawi selama 4 tahun setelah menjalani pidana pokok.
Menurut majelis hakim, Imam terbukti secara sah dan meyakinkan menerima suap Rp11,5 miliar bersama-sama dengan mantan asisten pribadinya, Miftahul Ulum. Uang itu untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora tahun anggaran 2018.
Majelis hakim juga meyakini Imam terbukti bersalah menerima gratifikasi sebesar Rp 8,354 miliar bersama-sama Ulum. Ulum berperan sebagai perantara uang yang diterima dari berbagai sumber untuk Imam Nahrawi.
Perbuatan Imam itu dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 ayat 1 huruf a dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP
Dalam menjatuhkan hukuman, majelis hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.
Untuk hal memberatkan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah sedang gencar-gencarnya memberantas korupsi; terdakwa adalah pimpinan tertinggi kementerian yang seharusnya jadi panutan; dan terdakwa tidak mengakui perbuatan.
Hal meringankan, terdakwa dinilai sopan selama persidangan, terdakwa sebagai kepala keluarga mempunyai tangung jawab anak-anak yang masih kecil, terdakwa belum pernah dihukum.
Sejatinya, vonis ino lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK. Imam sebelumnya dituntut 10 tahun penjara dan denda Rp 500 subsider enam bulan kurungan.
Imam juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 19.154.203.882. Selain itu, jaksa juga menuntut agar majelis hakim pengadilan Tipikor Jakarta agar mencabut hak politik Imam selama lima tahun setelah menjalani pidana pokok.
Atas vonis tersebut, Imam menyatakan pikir-pikir, seperti halnya jaksa KPK.
Asisten pribadi Imam, Miftahul Ulum sebelumnya divonis empat tahun penjara. Ulum juga vonis dengan hukuman denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.