Beda Pendapat KPK dan Kemenkumham soal JC Nazaruddin, Mana yang Benar

M Nazaruddin (tengah) saat salat Ied di LP Sukamiskin. Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu sudah bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat sejak Minggu 14 Juni 2020.
Sumber :
  • VIVA/Adi Suparman

VIVA – Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengatakan surat keterangan yang pernah diterbitkan pada eranya kepada eks Bendahara Umum Demokrat Muhammad Nazaruddin bukanlah untuk justice collaborator atau JC. Saut menyebut surat keterangan bekerja sama berbeda dengan JC.

"Pada 9 Juni dan 21 Juni 2017 KPK menerbitkan surat keterangan bekerja sama untuk Nazaruddin (bukan JC) karena yang bersangkutan sejak saat proses penyidikan, proses penuntutan, dan di persidangan telah mengungkap perkara korupsi. Jadi, yang diberikan adalah surat keterangan bekerja sama,” kata Saut saat dikonfirmasi awak media, Jumat, 19 Juni 2020.

Pun, syarat utama dapat JC adalah dia bukan pelaku utama. Tersangka atau terdakwa juga mesti membuka keterangan sehingga kasusnya berkembang dan bisa mengungkap dugaan peran pihak lain. Dalam pemberian JC harus dilakukan setelah adanya masukan dari jaksa penuntut, penyidik, pimpinan KPK dan lainnya.

Saut melanjutkan, JC diberikan KPK saat proses hukum si pelaku masih berjalan atau saat perkaranya akan diputus majelis hakim. Sementara itu, surat keterangan bekerja sama yang diberikan KPK kepada Nazaruddin yakni saat perkara hukum yang bersangkutan telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

Namun, penjelasan Saut berbeda dengan Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Rika Aprianti. Ia menyampaikan surat keterangan yang pernah dikeluarkan oleh KPK, merupakan JC.

Rika merujuk surat keterangan untuk JC itu sudah dimuat dalam pemberitaan media massa.

"Status JC untuk Nazaruddin juga ditegaskan pimpinan KPK pada 2017 dan dimuat di banyak media massa. Dalam Surat Keterangan dari KPK Nomor: R-2250/55/06/2014, Nazaruddin disebut sudah menunjukan kerja sama yang baik dalam mengungkap perkara tindak pidana korupsi," kata Rika.

Merujuk Pasal 34A ayat 1 PP Nomor 99 Tahun 2012, dijelaskan pemberian remisi bagi narapidana tindak pidana tertentu harus memenuhi persyaratan. Kemudian, syarat lain harus bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar tindak pidana yang dilakukannya.

Hakim Tolak Justice Collaborator Linda Pujiastuti di Kasus Narkoba Teddy Minahasa

Rika melanjutkan, selain surat keterangan yang diberikan KPK, Nazaruddin juga sudah membayar lunas subsider sebesar Rp1,3 miliar. Maka itu, Nazaruddin dapat hak remisi sejak 2014 sampai dengan 2019. 

Remisi itu dari khusus keagamaan dan remisi terakhir sebelum bebas yaitu selama 2 bulan remisi khusus Idul Fitri tahun 2020. Total selama di penjara, Nazaruddin mendapat remisi sebanyak 49 bulan.

Pengacara Harap AKBP Dody Jadi Justice Collaborator dan Divonis Paling Ringan

"Pemberian remisi tersebut menegaskan status Nazaruddin sebagai JC. Sebab remisi tak mungkin diberikan kepada narapidana kasus korupsi yang tidak menjadi JC sesuai PP 99/2012," jelas Rika.

Sebelumnya, Plt Jubir KPK, Ali Fikri menjelaskan Nazaruddin dapat surat telah bekerja sama dengan tim KPK karena telah membongkar kasus yang melibatkan Anas Urbaningrum. Kasus itu terkait Hambalang dan Kasus E-KTP. 

Kata Reza Indragiri soal Nasib Justice Collaborator AKBP Dody di Kasus Teddy Minahasa

Adapun perkara Nazaruddin sendiri yaitu Kasus Wisma Atlet dan tindak pidana pencucian uang saham PT Garuda Indonesia.

Ilustrasi Foto Firli Bahuri dan Karyoto (Sumber Majalah Tempo 26 November 2023)

Integritas Firli Bahuri dan Komitmen Penegakan Hukum Irjen Karyoto

Setelah mempertimbangkan semua bukti-bukti pelanggaran etik yang dilakukan Firli saya menyimpulkan Firli memang bukan pribadi yang berintegritas.

img_title
VIVA.co.id
8 Januari 2024