ICW Kecam Kemenkumham Obral Remisi untuk Nazaruddin
- VIVA/Adi Suparman
VIVA – Indonesia Corruption Watch (ICW) mengecam Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, yang dinilai mengobral remisi terhadap mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M. Nazaruddin.
Terpidana perkara suap Wisma Atlet dan kasus pencucian uang itu bebas dari Lapas Sukamiskin, Bandung setelah mendapat cuti menjelang bebas (CMB). Padahal, dengan total hukuman 13 tahun pidana penjara atas dua perkara korupsi tersebut, Nazaruddin sejatinya baru bebas murni pada tahun 2024.
Namun, selama masa pembinaan, Nazar telah berulang kali mendapat remisi atau pengurangan masa hukuman baik remisi Hari Kemerdekaan 17 Agustus, maupun remisi Hari Raya Idul Fitri. Secara total, Nazaruddin menerima remisi sebanyak 49 bulan selama menjalani masa pembinaan.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menyatakan, pemberian remisi terhadap Nazaruddin telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 34 A ayat 1 huruf a Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan secara tegas menyebutkan syarat terpidana kasus korupsi mendapatkan remisi di antaranya adalah bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya atau justice collaborator (JC).
Sementara, KPK menyebut Nazaruddin tidak pernah mendapat status sebagai JC. Selain itu, kata Kurnia pemberian remisi kepada Nazaruddin semakin menguatkan indikasi Kemenkumham tidak berpihak pada isu pemberantasan korupsi dengan mengabaikan aspek penjeraan bagi pelaku kejahatan.
"Sebab, berdasarkan putusan dua perkara korupsi yang menjerat Nazaruddin, seharusnya terpidana ini baru dapat menghirup udara bebas pada tahun 2024 atau setelah menjalani masa pemidanaan 13 tahun penjara. Dengan model pemberian semacam ini, maka ke depan pelaku kejahatan korupsi tidak akan pernah mendapatkan efek jera," kata Kurnia di Jakarta, Rabu, 17 Juni 2020.
Lebih jauh, Kurnia menuturkan keputusan Kemenkumham untuk memberikan remisi hingga 49 bulan kepada Nazaruddin telah mengabaikan kerja keras penegak hukum dalam membongkar praktik korupsi. Apalagi kasus Wisma Atlet yang menjerat Nazaruddin ini memiliki dampak kerugian negara yang besar, yakni mencapai Rp 54,7 miliar.
"Tak hanya itu, Nazaruddin juga dikenakan Pasal suap karena terbukti menerima dana sebesar Rp 4,6 miliar dari PT Duta Graha Indah. Bahkan aset yang dimilikinya sebesar Rp 500 miliar pun turut dirampas karena diduga diperoleh dari praktik korupsi," kata Kurnia.
Kurnia menyatakan, pada akhir tahun 2019 yang lalu Ombudsman sempat menemukan ruangan yang ditempati Nazaruddin di Lapas Sukamiskin lebih luas dibanding sel terpidana lainnya. Jika temuan ini benar, semestinya Kemenkumham tidak dapat memberikan penilaian berlakuan baik pada Nazaruddin sebagaimana disinggung dalam Pasal 34 ayat 2 huruf a PP 99 tahun 2012.
"Ditambah lagi poin berlakuan baik tersebut merupakan salah satu syarat wajib untuk mendapatkan remisi," ujarnya.
Untuk itu, ICW menuntut Menkumham, Yasonna Hamonangan Laoly menganulir keputusan cuti menjelang bebas atas terpidana Muhammad Nazaruddin. ICW juga meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengevaluasi kinerja Yasonna sebagai Menkumham.
"Karena telah abai dalam mengeluarkan keputusan," ucapnya.