Bangun Papua, Pemerintah Diminta Dahulukan SDM

Seorang warga menggunakan telepon genggamnya di pelosok Mosairo, Nabire, Papua
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Indrayadi TH

VIVAnews - Papua hingga hari ini masih diliputi banyak persoalan. Meskipun sudah diberikan dana otonomi khusus yang jumlahnya besar, masyarakat di daerah paling timur Indonesia itu dinilai masih juga belum maju.

Kini Giliran Warga Kampung Wuloni Jadi Sasaran Komsos Pasukan 323 Buaya Putih Kostrad di Medan Operasi Papua

Apa yang jadi penyebab?

"Kenapa dana otsus sudah banyak kok Papua masih begini? Hal ini belum tepat sasaran, dan orang Papua masih hidup di atas kekurangan," kata Wakil Ketua Ikatan Mahasiswa Papua UI, Reno Mayor, dalam diskusi secara virtual "Menakar Masa Depan Papua", Minggu, 14 Juni 2020.

Beragam Inovasi dan Kolaborasi, Ajang IDEA Expo 2024 Panen Apresiasi

Reno menilai dana tersebut habis dan tidak memenuhi sasarannya yaitu orang Papua. Selain itu, untuk membangun Papua, pemerintah juga diminta mendahulukan pembangunan manusianya.

"Dahulukan pembangnan SDM, belum memiliki daya saing," katanya.

Gubernur Lemhannas: Peningkatan Kualitas SDM Kunci Wujudkan Indonesia Emas 2045

Reno mengatakan pemerintah harus mengajarkan cara bersaing, membangun kepercayaan diri kepada orang Papua. Menurutnya, sampai saat ini, masih banyak orang Papua yang minder jika bersanding dengan warga Indonesia yang lain.

"Sesuatu yang berbeda, pendidikan tidak boleh disama ratakan," ujarnya.

Kemudian, lanjut Reno, pemerintah juga harus menganggap orang Papua sebagai subjek bukan objek. Misalnya saja soal Freeport, wajib melibatkan orang Papua dalam pengambilan keputusan.

"Ini kekayaan orang Papua. Jangan jadikan orang Papua sebagai penonton," katanya.

Sebagai orang Papua, Reno berpesan kepada para pemuda bahwa mereka harus sadar dan tidak boleh terjebak dengan mainset lama. Dia menekankan apa yang mereka perjuangan bisa dicapai dalam kerangka NKRI jika punya daya juang.

"Kita harus menyatakan diri kita berani, tidak kalah dengan orang luar sana. Jangan cepat terbawa emosi, berpikiran terbuka," katanya.

Sementara itu, tokoh pemuda Papua, Boy Markus Dawir, menuturkan bahwa sekarang ini ada dua kelompok pemuda di Papua. Pertama mereka yang bergabung ke NKRI, dan kedua, mereka yang bergabung ke kelompok lain.

Boy mengungkapkan beberapa persoalan di Papua. Misalnya, kesempatan pendidikan di perguruan tinggi-perguruan tinggi yang baik di Indonesia bagi orang Papua juga kesempatan menjadi PNS juga kecil.

"Negara tidak hadir," kata dia.

Boy mengatakan banyak pemuda yang berada di lingkungan yang menganggap negara gagal. Karena itu, mereka masuk ke kelompok lain.

Satu persoalan lain yang tidak boleh dilupakan adalah pelanggaran HAM. Boy menganggap masalah itu bisa jadi bom waktu karena negara sampai hari ini belum selesaikan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya