Libatkan TNI Atasi Terorisme Harus dengan Revisi UU Bukan Perpres
- ANTARA FOTO/Novrian Arbi
VIVA – Rencana keterlibatan TNI dalam penanggulangan terorisme masih jadi perdebatan. Rencana melibatkan TNI ini diproyeksikan dalam Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) tentang tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme.
Peran TNI dalam mengatasi terorisme dinilai masih membingungkan. Demikian disampaikan pengamat perundangan sekaligus Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Salestinus.
Meski, ia tak menampik peran TNI dalam melalukan operasi militer selain perang seperti penanggulangan terorisme sudah diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentan TNI. Tapi, peran TNI dalam UU tersebut menyangkut penanggulangan terorisme belum jelas.
Pun, sejauh ini pemberantasan terorisme lebih banyak dilakukan Polri dengan UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. “Kan peran TNI selama ini dalam mengatasi terorisme tidak diatur lebih jelas dan komprehensif baik melalui UU TNI atau revisi UU TNI,” kata Petrus, Minggu, 7 Juni 2020.
Petrus menganalisis memang TNI dimungkinkan dilibatkan dalam penangkalan termasuk pemulihan dalam mengatasi aksi terorisme. Tapi, ia mengkritisi karena peran tersebut dipayungi Perpres sebagai kebijakan.
Diketahui, RPerpres itu sebagai pelaksanaan dari ketentuan pasal 43i UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Perpu Nomor 1 Tahun 2002, tentang pemberantasan tindak pidana terorisme.
Maka itu, dalam melibatkan TNI mestinya harus diatur dalam UU, bukan dengan Perpres. Salah satunya masih ada kekurangan dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
“Bagaimana seharusnya fungsi itu dilakukan, batasan-batasan operasionalnya, syarat-syarat formil dan materilnya pelaksanaannya, tidak boleh langsung dengan Perpres tetapi harus diatur terlebih dahulu dengan UU," ujarnya.
Menurutnya, untuk melibatkan TNI dalam mengatasi aksi terorisme perlu diperjelas dalam revisi UU TNI. Peran TNI ini mesti dijelaskan secara detil dalam penangkalan, penindakan, dan pemulihan dalam UU. Ia meminta agar Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly juga jangan pragmatis dalam mendorong kebijakan melalui RPerpres.
Pun, ia khawatir RPepres nantinya berpotensi saling bertabrakan dan mubazir karena tak efisien.
“Dorong agar segera revisi UU TNI terlebih dahulu agar garis regulasinya jelas dan proporsional mana bagian hulu mana bagian hilir,” tuturnya.