Korupsi IPDN, Eks Bos PT Hutama Karya Dijebloskan ke Rutan Cipinang
- VIVAnews/Syaefullah
VIVA – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi putusan mantan Senior Manager Pemasaran PT Hutama Karya Bambang Mustaqim ke Rutan Klas I Cipinang, Jakarta Timur, Jumat, 5 Juni 2020.
Eksekusi dilakukan setelah kasus korupsi proyek pembangunan kampus IPDN yang menjerat Bambang berkekuatan hukum tetap atau inkracht.
"KPK diwakili oleh Jaksa Eksekusi Medi Iskandar Zulkarnain, pada tanggal 5 Juni 2020 telah melaksanakan eksekusi pidana badan atas nama Terpidana Bambang Mustaqim," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri kepada awak media.
Di Rutan Cipinang, Bambang Mustaqim bakal menjalani hukuman 5 tahun penjara dikurangi masa tahanan sebagaimana putusan pengadilan.
"Sebelumnya Terpidana dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan dan pelaksanaan pembangunan gedung kampus IPDN. Terpidana akan melaksanakan pidana penjara selama 5 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan," kata Ali.
Pada perkaranya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan terhadap Bambang Mustaqim.
Tak hanya itu, Majelis Hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 500 juta terhadap Bambang selambatnya satu bulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap.
Jika dalam jangka waktu tersebut Bambang tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Bambang akan dipidana penjara selama 2 bulan jika harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti.
Dalam putusannya, Hakim menyatakan Bambang terbukti membantu mantan General Manager Divisi Gedung PT Hutama Karya (Persero) Budi Rachmat Kurniawan mengatur proses pelelangan sedemikian rupa untuk memenangkan PT Hutama Karya atas dua proyek pembangunan gedung Institut Pemerintahan Dalam Negeri ( IPDN) di Agam, Sumatera Barat dan Rokan Hilir, Riau tahun anggaran 2011. Caranya, dengan memasukkan arranger fee dalam komponen anggaran biaya lelang (ABL) untuk diberikan kepada pihak-pihak terkait pelelangan.
Bambang membantu Budi melakukan subkontrak pekerjaan utama tanpa persetujuan pejabat pembuat komitmen (PPK). Kemudian, membuat pekerjaan fiktif untuk menutup biaya arranger fee, menerima pembayaran seluruhnya atas pelaksanaan pekerjaan, meski pelaksanaan pekerjaan belum selesai 100 persen. Bambang pun berperan mengeksekusi arranger fee.
Atas perbuatannya, Bambang menguntungkan diri sendiri sebesar Rp 500 juta, Budi Rachmat Kurniawan sebesar Rp 1 miliar, serta orang lain dan korporasi, yaitu Dudy Jocom Rp 5,3 miliar, Hendra Rp 4 miliar, Sri Kandiyati Rp 300 juta, Mohammad Rizal Rp 510 juta, Chaerul Rp 30 juta, dan Sutidjan Rp 500 juta. Selain itu, memperkaya PT Hutama Karya sebesar Rp 40,8 miliar, CV Prima Karya Rp 3.3 miliar, CV Restu Kreasi Mandiri sebesar Rp 265 juta, dan PT Yulian Berkah Abadi sebesar Rp 79,4 juta. Perbuatan Bambang itu turut merugikan negara sebesar Rp 56,9 miliar atas proyek pembangunan kampus IPDN itu.